kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar modern dilarang berdiri di daerah pertanian


Kamis, 29 November 2012 / 14:05 WIB
Pasar modern dilarang berdiri di daerah pertanian
ILUSTRASI. Begitu kita memasuki usia senja, atau di atas 50 tahun, kebiasaan hidup sehat perlu lebih ditingkatkan. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/wsj.


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Edy Can


JAKARTA. Pada 2013 mendatang, pasar modern dilarang berdiri di daerah produksi komoditas pertanian. Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pertanian yang ditargetkan akan ditetapkan pada masa sidang ke III atau periode Januari-April tahun 2013.

Anggota Komisi IV DPR Hermanto, mengatakan, kebijakan larangan pendirian pasar modern disebabkan semakin derasnya peredaran produk pertanian impor yang mempersulit kesejahteraan petani. "DPR menargetkan penetapan RUU pada akhir masa sidang ketiga atau April 2013," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (29/11).

Komisi IV DPR telah menerima Daftar Inventaris Masalah(DIM) dari pemerintah tepatnya pada Rabu (21/11) lalu. Pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani akan dimulai kembali pada awal Januari 2013 atau setelah masa reses.

Poin larangan pendirian pasar modern tercantum dalam Pasal 50 ayat 2 huruf e dan Pasal 51 RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.  Khusus pasal 51 menyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) dilarang memberikan izin pembangunan pasar modern yang dimiliki oleh pelaku usaha di daerah produksi komoditas pertanian.

Menurut Hermanto, kebijakan ini ditujukan secara luas artinya untuk pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemeritah kabupaten/kota. "Undang-Undang ini nantinya untuk menutup celah permainan pedagang kelas menengah ke atas yang maunya ingin untung besar saja tanpa melihat kesejahteraan petani," ujarnya.

Setelah undang-undang ini terbit, secara teknis pemerintah pusat dan pemda harus memaksimalkan peran pasar tradisional dan koperasi petani dalam menjual produk-produk pertanian. Menurut Hermanto, pemerintah juga nantinya diharapkan meningkatkan anggaran yang ditujukan untuk kesejahteraan dan perlindungan petani.

Hermanto yakin undang-undang ini nantinya tidak akan mengganggu setiap pasar modern yang sudah berdiri di daerah produksi komoditas pertanian. Menurutnya, peraturan ini hanya berlaku untuk izin baru. "Namun, untuk saat ini pemerintah daerah juga tidak bisa memberikan izin pendirian pasar modern, karena RUU-nya sudah dibahas oleh DPR," ujarnya.

Bagi pemerintah daerah yang melanggar aturan ini ada sanksi. Sesuai Pasal 109, setiap pejabat yang tetap memberikan izin pembangunan pasar modern di daerah komoditas produksi pertanian akan terkena sanksi pidana paling lama enam tahun atau denda sebesar Rp 6 miliar. Sedangkan sesuai Pasal 110 menyatakan setiap pelaku usaha yang melakukan kemitraan usaha yang merugikan petani akan terkena sanksi pidana paling lama dua tahun atau denda Rp 2 miliar.

Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian Edi Abdurrachman mengaku aturan itu telah disepakati pemerintah. Dia mengatakan, dari sisi packaging dan mutu produk petani masih di bawah standar pasar modern. Selain itu, pasar modern jika membeli produk petani selalu membayar satu minggu setelah barang diterima, padahal para petani sangat membutuhkan pembayaran tunai atau langsung.

Namun, Edi mengatakan, supermarket yang dimiliki oleh pihak petani tetap diizinkan pembangunannya. Dia beralasan, pembangunan pasar modern tidak boleh merugikan pihak petani di pusat produksi komoditas pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×