Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam melakukan pengukuhan kawasan hutan setidaknya ada empat proses yang harus dilalui.
Diantaranya, penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan. Tanpa melalui proses tersebut tak ada kawasan hutan.
Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Sadino, mengatakan, selama ini proses itu tak dijalankan.
Menurutnya pemerintah sejauhi ini hanya sebatas menunjuk dan setelah itu seolah telah selesai aktivitas penentuan suatu lahan yang akan menjadi Kawasan hutan.
Baca Juga: Masyarakat Dilarang Serobot Kebun Inti Perusahaan untuk Penuhi Kebijakan FPKM
Padahal menunjuk tanpa dilanjutkan sampai penetapan melalui pengukuhan kawasan hutan adalah bersifat ‘inferatif’ yang harus dijalankan pemerintah.
"Karena pengukuhan kawasan hutan adalah untuk memberikan kepastian hukum tentang kawasan hutan itu sendiri,” kata Sadino dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1).
Menurut Sadino, pengukuhan dengan tahapannya merupakan bentuk pelaksanaan administrasi pemerintahan. Jika tidak dijalankan dan telah ada ketentuan hukum lain, maka status 'menunjuk' kawasan hutan posisinya sangat lemah.
"Sehingga pada akhirnya akan menyimpan konflik lahan sebagaimana sering terjadi pada saat ini," kata Sadino.
Segendang sepenarian, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Budi Mulyanto juga mengingatkan dasar dari penetapan kawasan hutan adalah pengukuhan, dan bukan penunjukan seperti selama ini diterapkan.
Baca Juga: Lahan Telantar dan Tak Produktif Akan Segera Dicabut Izin Penggunaannya
"Konsep penunjukan yang selama ini diberlakukan, punya persoalan, yakni terlihat legal tapi tidak legitimate atau pengakuan sangat rendah dari masyarakat," katanya.