kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OPSI berharap kenaikan upah minimum 2022 di atas inflasi


Minggu, 17 Oktober 2021 / 17:27 WIB
OPSI berharap kenaikan upah minimum 2022 di atas inflasi
ILUSTRASI. Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasiona (SPN) berunjuk rasa menolak Undang-undang Cipta Kerja dan menuntut kenaikan upah tahun 2021 di Serang, Banten, Rabu (18/11/2020). OPSI berharap kenaikan upah minimum 2022 di atas inflasi.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berharap kenaikan upah minimum (UM) tahun 2022 dapat lebih tinggi dari inflasi. Oleh karenanya, diharapkan juga BPS segera merilis data-data yang menjadi sumber data penghitungan upah minimum.

"Kalau OPSI ya berharap bisa minimal naik 3%. Tapi dengan rumus di PP 36 itu kemungkinan kenaikannya antara 1% - 2,5%. Secara nasional inflasi sebesar 1,6% (September 2020 ke September 2021). Saya berharap kenaikan UM di atas inflasi. Saya juga berharap data-data dalam rumus segera dikeluarkan BPS agar publik dapat menghitungnya," jelas Timboel saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (17/10).

Timboel menjelaskan, dengan kondisi pandemi saat ini, kemungkinan kenaikan nilai upah minimum provinsi/kota (UMP/K) di tahun depan sekitar 1% sampau 2,5%, relatif sama dengan nilai inflasi. Kemungkinan ada juga UMP/K yang tidak naik karena batas atasnya lebih rendah dari UMK eksisting. Untuk UMP/K yang tidak naik, daya beli buruh akan tergerus inflasi.

Baca Juga: Kota Semarang paling tinggi, simak daftar lengkap UMR Jawa Tengah tahun 2021

"Untuk daerah yang belum memiliki UMK, saya berharap dewan pengupahan daerah menghitung dengan cermat sesuai amanat Pasal 32 dan 33 PP 36, sehingga diharapkan seluruh kabupaten/kota (sebanyak 514 kabupaten/kota) memiliki UMK. Nilai UMK baru lebih tinggi dari nilai UMP. Diharapkan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja juga menghitung sebagai bahan pembanding atas hitungan dewan pengupahan," jelasnya.

Kemudian kehadiran dewan pengupahan tingkat propinsi dan kabupaten/kota tidak hanya menghitung angka-angka dan merekomendasikan nilai UM, tetapi juga memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota tentang perumusan pengembangan sistem pengupahan di daerahnya.

Dimana dewan pengupahan tingkat nasional memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat tentang perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional.

Dari tugas tersebut, terdapat potensi daya beli pekerja tidak bertumpu pada nilai UM semata, tetapi juga dapat didukung oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. "Namun hingga saat ini sepertinya tugas dewan pengupahan ini tidak pernah dilakukan," ujarnya.

Baca Juga: UMK 2021 di 27 wilayah Jatim naik dari Rp 25.000-Rp 100.000, ini daftarnya

Timboel menilai sisi pengupahan saat ini hanya jalan di tempat, atau hanya berkutat pada penentuan UM saja sehingga tiap tahun terus terjadi perselisihan hingga gugat menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara.

"Saya menantang dewan pengupahan bisa lebih kreatif dan inovatif merumuskan pengembangan sistem pengupahan dan kebijakan pengupahan ke depan. Harus ada hal baru yang bisa dirumuskan, dan bisa dikomunikasikan kepada SP/SB dan masyarakat sehingga sistem pengupahan kita tidak hanya bertumpu pada UM saja," pungkasnya.

Selanjutnya: BPS diminta segera keluarkan data terkait upah minimum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×