Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Sampai 7 Oktober 2013 ini, pemerintah telah merealisasikan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga 81,84% atau sebesar Rp 271,53 triliun dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) tahun 2013. Seperti diketahui bahwa pemerintah menargetkan penerbitan SBN bruto sebesar Rp 331,7 triliun, sementara untuk netto SBN sebesar Rp 231,8 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementrian Keuangan Robert Pakpahan, SBN yang telah dikeluarkan tersebut terdiri dari berbagai macam instrumen seperti Surat Utang Negara (SUN), dan Surat Berharga Syriah Negara (ABSN) alias sukuk.
Dengan sisa tinggal tiga bulan lagi, pemerintah masih memiliki kesempatan untuk kembali menerbitkan SBN hingga sebesar Rp 60,2 triliun lagi. "Space SBN ini akan kita maksimalkan," ujar Robert, Senin (7/10) di Jakarta.
Hanya saja, lanjut Robert, dalam menerbitkan SBN, Kementerian Keuangan harus menyesuaikannya dengan realisasi penerimaan dan belanja negara. "Proporsi untuk SUN dalam negeri akan lebih besar dibandingkan dengan instrumen SBN lainnya," tambah Robert.
Sementara itu, hingga awal Oktober ini, jumlah SBN yang beredar atau outstanding government securities di masyarakat mencapai Rp 1.318 triliun. Adapun komposisi SBN yang beredar diantaranya terdiri dari SUN sebesar Rp 1.182,16 triliun, dan SBSN sebesar Rp 136,25 triliun.
Rencananhya, pemerintah akan menerbitkan lagi sukuk dengan nilai maksimal Rp 2 triliun. Pemerintah juga akan menerbitkan sukuk global sebesar US$ 500 juta. Menurut Robert penerbitan sukuk global baru akan dilakukan si awal November 2013 nanti. Padahal rencananya, sukuk global tersebut akan diterbitkan pada Oktober ini. Hal itu dikarenakan ada permasalahan teknis dan kesiapan standar pelaksanaannya sehingga harus diundur.
Rencananya untuk 2014 pemerintah menargetkan akan menerbitkan SBN lebih kecil dibanding tahun ini, yaitu hanya Rp 205 triliun. Hal itu tidak terlepas dari semakin kecilnya defisit anggaran yang kemungkinan terjadi di tahun depan. "Tujuan penerbitan SBN ini untuk menutupi defisit yang terjadi, sehingga kekurangan dana bisa tertutupi," jelasnya.
Ekonom Bank Tabungan Negara A. Prasetyantoko menilai yang harus diperhatikan Pemerintah dalam menerbitkan SBN adalah tingkat penyerapan anggaran. Bila penyerapan anggaran tidak optimal, maka penerbitan instrumen SBN hanya akan menambah beban pemerintah, karena harus membayar imbal hasil kepada investor.
Apalagi, menurut Prasetyantoko, selain selalu mengalami masalah penyerapan yang tidak maksimal dari sisi penerimaan negara juga sering tidak optimal. Oleh karenanya, dengan realisasi sebesar 81,84% Pemerintah harus lebih cermat melihat seperti apa penerimaan negara dan penyerapan anggaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News