Reporter: Hans Henricus | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Berlakunya perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan China (AC FTA) akan membuat obat-obatan asal China kian menjamur di Indonesia. Satu sisi, konsumen mendapat beragam pilihan obat, di sisi lain produsen obat dalam negeri terancam, bila tak mampu bersaing.
Produk obat buatan China dikhawatirkan beredar dengan harga lebih murah ketimbang harga obat-obatan lokal. "Karena itu, pemerintah wajib membuat regulasi untuk menurunkan harga obat dalam negeri," kata bekas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari, Selasa (2/2).
Setelah penerapan ASEAN-China FTA, seharusnya pemerintah bisa lebih mudah menurunkan harga obat-obatan generik produksi dalam negeri. Soalnya, sebagian besar bahan baku obat generik berasal dari China. "Pemerintah harus membuat regulasi untuk menurunkan harga obat generik," kata Siti, yang saat ini merupakan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Siti yakin, jika pemerintah menurunkan harga obat generik, maka harga obat paten dan nongenerik juga terpicu untuk turun. Pemerintah juga mesti mengembangkan obat-obat tradisional yang sesuai dengan standar kesehatan untuk menyaingi obat China. Sebab, selama ini Indonesia belum bisa memproduksi obat paten sendiri. "Sekitar 90% bahan baku obat masih dari luar negeri," ucap Siti yang merupakan Pembina Utama Dewan Kesehatan Rakyat (DKR).
Siti juga mengkhawatirkan perdagangan bebas memberi peluang menjamurnya rumah sakit asal China. Hal ini tentu saja mengancam bisnis rumah sakit swasta nasional, maupun rumah sakit pelat merah. "Pemerintah mesti mengawasi dan memperketat masuknya rumah sakit asing," ujar Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News