Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama PT Nusa Konstruksi Enjiniring (DGIK) Djoko Eko Suprastowo mengatakan pihaknya akan menjual sebagian saham dan aset perusahaan untuk membayar pidana uang pengganti sekitar Rp 85 miliar.
Sebelumnya majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana denda kepada DGIK sebesar Rp 700 juta. DGIK juga dijatuhi pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 85.490.234.737.
"Kami akan menjual aset yang tidak bermanfaat, share (saham) dari beberapa perusahaan yang kita miliki," ujar Djoko usai menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/1/2019) malam.
Ia menilai putusan majelis hakim lebih baik dan adil dibanding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menuntut pidana denda Rp 1 miliar, uang pengganti sekitar Rp 188 miliar dan pencabutan hak mengikuti lelang proyek pemerintah selama dua tahun. Usai mendengar putusan, Djoko menyatakan pihaknya menerima putusan tersebut.
"Saya menerima apapun keputusan pengadilan saya akan terima, karena kami mencoba patuh hukum dan hakim sudah mempertimbangkan keadilan dan segala sesuatunya dengan baik ya kami akan menerima dan akan melaksanakan keputusan itu," kata Djoko.
"Kita terima saja keputusannya dengan baik dan kami siap melaksanakan keputusan itu dan akan membayar secepatnya," pungkasnya.
Uang pengganti tersebut dipertimbangkan berdasarkan keuntungan perusahaan atas proyek yang diperoleh dari bantuan Muhammad Nazaruddin, sebesar Rp 240 miliar.
Kemudian dikurangi Rp 51 miliar atau senilai uang yang telah disetor ke kas negara atas pelaksanaan putusan pengadilan terhadap terpidana mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi.
Majelis hakim juga mempertimbangkan replik penuntut umum bahwa uang pengganti Rp 188 miliar dikurangi dengan besaran commitment fee yang dibayar terdakwa kepada Nazaruddin dan kawan-kawan sekitar Rp 67 miliar.
Hasil pengurangan tersebut menjadi Rp 121 miliar. Kemudian jumlah itu kembali dikurangi dengan uang yang telah dititipkan terdakwa ke KPK sebesar Rp 35 miliar. Total uang pengganti yang mesti dibayar DGIK menjadi Rp 85 miliar.
Pembayaran itu selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tak membayar, asetnya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang denda dan uang pengganti.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang apabila hanya ada alasan kuat. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan DGIK adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal-hal meringankan pihak DGIK mengakui kesalahannya, menyatakan penyesalannya, serta beritikad baik memberikan informasi kepada publik atas perbuatannya.
Terdakwa juga menjadi tempat bergantungnya banyak orang dalam mencari nafkah. Terdakwa berjanji mengupayakan tata kelola perusahaan bebas korupsi dan terdakwa belum pernah dihukum.
DGIK terbukti melawan hukum membuat kesepakatan memenangkan perusahaannya dalam lelang proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010.
DGIK dinilai memperkaya diri sendiri atau selaku korporasi. Kemudian, memperkaya Muhammad Nazarudin beserta korporasi yang dikendalikannya yakni PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara dan Grup Permai sejumlah Rp 10,290 miliar. (Dylan Aprialdo Rachman)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DGIK Akan Jual Saham dan Aset untuk Bayar Uang Pengganti Rp 85 Miliar",
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News