Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia pada September 2013 kembali mengalami defisit mencapai US$ 657,2 juta. Padahal pada Agustus 2013, neraca perdagangan mengalami surplus US$ 132,4 juta.
Defisit impor tersebut disebabkan oleh impor migas. Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengungkapkan, program penghematan bahan bakar minyak (BBM) tidak mencapai tujuannya.
Menurut Ryan, kondisi ini patut diwaspadai karena konsumsi BBM bersubsidi masih tinggi. Penyebabnya, masyarakat susah diajak berhemat BBM, sehingga dampaknya adalah defisit transaksi berjalan masih akan tinggi.
"Defisit transaksi berjalan (termasuk trade) masih akan membayangi hingga tahun 2014, bahkan mungkin saja hingga 2015," ujar Ryan saat dihubungi pada Jumat (1/11).
Ryan menyebutkan, defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun sekitar 3,0%-3,4% dari total produk domestik bruto (PDB). Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan BI akan mewaspadai neraca perdagangan yang kembali mengalami defisit.
Sebab, kondisi ini akan mempengaruhi upaya penurunan defisit transaksi berjalan. Pertimbangannya, defisit impor disebabkan oleh impor migas itu. Hal ini terjadi setelah pemerintah menyesuaikan harga BBM ke level Rp 6.500/liter.
Impor migas September 2013 mencapai US$ 3,669 miliar. Nilai tersebut turun tipis 0,06% jika dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 3,672 miliar.
"Tampaknya impor migas masih cukup kuat, sehingga neraca migas defisit. Padahal ini sebenarnya yang paling struktural. Karena ekonominya gerak terus, sementara sumber energi yang utama masih datang dari migas, produksi dalam negeri stagnan. Sehingga, dipenuhi dari impor. Akibatnya, impor migas kita setiap bulan masih terus defisit," jelas Mirza.
Di sisi lain, surplus neraca non migas menipis dari US$ 1,023 miliar ke US$ 494 juta. Menurut Mirza, angka neraca perdagangan juga harus terus diwaspadai, terutama impor migas setelah terjadi kenaikan harga BBM.
Jika tren defisit ini terus berlanjut, maka akan mempengaruhi upaya penurunan defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun. Sebab, untuk mencapai defisit transaksi berjalan yang turun ke level 3,4% sesuai proyeksi BI, impor harus terkendali dan ekspor naik. BI juga akan terus menggunakan bauran kebijakan seperti nilai tukar untuk mengendalikan impor dan mendorong ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News