Reporter: Merlinda Riska, Eka Saputra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Nasib pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh pemerintah segera ditentukan. Sekitar dua pekan lagi, Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan sengketa kewenangan antar lembaga terkait pembelian saham Newmont tersebut.
Dalam sidang lanjutan kemarin, para pihak yang berperkara dalam kasus ini membacakan pernyataan akhir alias closing statement. Para pihak tetap bersikeras dengan pendapatnya masing-masing.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, pemerintah tetap pada pendiriannya bahwa pembelian 7% saham sisa divestasi NNT tidak perlu mendapatkan izin dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Agus menegaskan pembelian 7% saham Newmont pada tahun 2010 lalu adalah hak pemerintah yang didasarkan pada kontrak karya yang disepakati sejak 2 Desember 1986. "Pembelian 7% saham divestasi PT NNT adalah saham penentu atau swing shares bagi tercapainya kepemilikan saham nasional 51%," kata Agus di MK, Selasa (8/5).
Ia menjelaskan, pembelian saham tersebut tidak perlu lagi izin dari DPR, sesuai pasal 15 ayat (5) Undang Undang Keuangan Negara dan Undang Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011 yang telah disetujui DPR.
Nusron Wahid, selaku perwakilan DPR menegaskan, pemerintah harus meminta izin DPR sebelum membeli saham divestasi tersebut.
Ia mencontohkan, tahun 2008, Menkeu saat itu Sri Mulyani yang juga Bendahara Umum Negara (BUN) tetap meminta persetujuan DPR ketika hendak melakukan pembelian kembali saham BUMN yang go public.
Maka itu, kata Nusron, pemerintah sudah menyalahi prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pembelian 7% saham Newmont. Dia juga mempertanyakan niat pemerintah membeli saham Newmont bakal memberi kepastian beralihnya pengendalian PT NNT kepada Indonesia. Sebab, berdasar pengalaman, kepemilikan saham minoritas tak membawa pengaruh apapun.
Terbukti dari kepemilikan saham di PT Freeport sebesar 9%, PT Inalum sebesar 41%, dan PT Indosat sebesar 15%, pemerintah juga tidak dapat mempengaruhi kebijakan strategis. "Bahkan, sekadar tahu kapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saja pemerintah tidak tahu," ungkap Nusron.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo menimpali, pendapat bahwa pembelian 7% saham Newmont merupakan kewenangan Menkeu sebagai BUN adalah tidak benar. "Kewenangan BUN dalam investasi pemerintah sebatas penempatan uang di bank dalam rangka manajemen kas dan pembelian Surat Utang Negara," tandasnya.
Hadi menerangkan, jika pemerintah ingin berinvestasi jangka panjang dalam penyertaan modal, harus ditetapkan melalui peraturan pemerintah dan anggarannya tersedia dalam APBN. "Jadi, pada kasus ini, Menkeu tidak punya wewenang untuk memutuskan penyertaan modal pemerintah," ujarnya.
Gara-gara sengketa di MK ini, penyelesaian transaksi pembelian 7% saham Newmont oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) berlarut-larut. Awal Mei lalu, pemerintah memperpanjang lagi sales purchase agreement (SPA) atau perjanjian jual beli saham Newmont sampai Agustus 2012. Sebelumnya, 3 November 2011, pemerintah dan NNT sepakat memperpanjang SPA selama enam bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News