Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meskipun momentum pemulihan ekonomi sedang berlangsung, pemerintah juga mengantisipasi potensi risiko yang mungkin terjadi seiring pemulihan ekonomi domestik dan global.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan berbagai risiko termasuk yang bersumber dari lingkungan eksternal masih akan sangat tinggi. Selain dari perkembangan Covid-19, pemulihan ekonomi global diperkirakan tidak akan seragam atau uneven recovery.
Sementara akses masing-masing negara terhadap suplai vaksin masih cenderung sangat timpang. Kemampuan negara-negara untuk belanja stimulus juga sangat berbeda-beda.
Sri Mulyani mengatakan, Indonesia juga perlu mengantisipasi keberlanjutan rebalancing economy China yang akan dapat mempengaruhi fluktuasi harga komoditas dan memberi dampak negatif pada Indonesia. Selain itu, berbagai permasalahan global seperti proteksionisme, tensi geopolitik dan perubahan iklim juga harus terus diwaspadai.
“Pemerintah sependapat bahwa risiko-risiko ini harus dimitigasi dengan berbagai langkah kebijakan yang antisipatif,” kata Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR RI, Senin (31/5).
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani akan integrasikan NIK dan NPWP untuk perbaiki data pajak
Oleh karena itu, dalam jangka pendek, Sri Mulyani bilang, langkah utama mengantisipasi risiko global tentunya adalah memastikan penanganan pandemi dan pelaksanaan vaksinasi berjalan efektif, serta pemulihan ekonomi dapat berlangsung cepat.
Selain itu, reformasi struktural juga harus berhasil agar kepercayaan investor terhadap Indonesia dapat dijaga. Kata Sri Mulyani, salah satu langkah reformasi struktural yang krusial untuk mengantisipasi gejolak eksternal di masa mendatang adalah dengan terus membangun perekonomian yang lebih bernilai tambah serta mendorong diversifikasi ekspor baik dari komoditas maupun mitra dagang.
Pemerintah memproyeksikan setelah minus 2,07% year on year (yoy), rentang angka outlook pertumbuhan ekonomi akan sebesar 4,5%-5,3% di tahun 2021, dan 5,2%-5,8% di tahun 2022.
“Ini telah mencerminkan optimisme arah pemulihan ekonomi dan juga potensi akselerasi pertumbuhan ekonomi dari reformasi struktural. Rentang angka proyeksi tersebut, juga secara realistis mencerminkan risiko ketidakpastian yang masih tinggi,” ujar Sri Mulyani.
Yang jelas Sri Mulyani menekankan, momentum pemulihan ekonomi tersebut diharapkan akan terus berlanjut di tahun 2022. Upaya penanganan pandemi dan vaksinasi massal diharapkan dapat mengendalikan laju penambahan kasus positif Covid-19 dan mempercepat terwujudnya herd immunity di Triwulan I 2022. Dengan demikian, aktivitas sosial ekonomi diharapkan akan terus mengalami normalisasi ke level sebelum pandemi.
Selaras dengan pemulihan akitivitas sosial ekonomi, berbagai langkah reformasi struktural tetap dilanjutkan. Reformasi struktural menjadi syarat perlu agar potensi perekonomian nasional dapat dioptimalkan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi pasca-pandemi.
Implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya, pembangunan infrastruktur dasar dan digital, peningkatan penguasaan teknologi, peningkatan efisiensi produksi, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja, akan meningkatkan kapasitas produksi dan kinerja perekonomian ke depan.
“Kebijakan reformasi akan meningkatkan investasi, memperbaiki iklim usaha, dan menciptakan lapangan kerja berkualitas (decent jobs). Peran tenaga kerja, yang terus tumbuh dalam periode window bonus demografi, akan semakin kuat dan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi,” imbuh Sri Mulyani.
Selanjutnya: Konsumsi pemerintah jadi motor penggerak ekonomi Indonesia pada kuartal II 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News