Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Pemerintah menilai keputusan Bank Indonesia (BI) menaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6% sebagai langkah yang tepat. Menteri Keuangan RI Chatib Basri mengungkapkan, keputusan BI tersebut hasil dari pembahasan antara Kementerian Keuangan, BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian BUMN seminggu terakhir. Mereka bertemu dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Chatib bilang, kebijakan menaikkan BI rate tersebut untuk merespon dua hal. Pertama, perkembangan ekonomi terkini dengan nilai tukar Rupiah yang terus melemah terhadap mata uang asing. Kedua, untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan diputuskan segera setelah DPR menyetujui APBN-P yang diajukan Pemerintah.
"Saat ini sudah terjadi expected inflation dan sebelum inflasi benar-benar naik pasca kenaikan BBM, langkah BI ini bisa dikatakan sebagai antisipatif," ujar Chatib Jumat (14/6). Ia bercerita, segera setelah nilai tukar rupiah anjlok yang diikuti dengan ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), ia secara aktif berkomunikasi dengan Gubernur BI Agus Martowardojo.
Hasil komunikasi yang dilakukan itu adalah masing-masing lembaga akan melakukan sejumlah langkah antisipatif. Selain dari sisi moneter dengan menaikan suku bunga, nanti akan diimbangi dengan langkah Pemerintah yang akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM.
Menaikkan harga BBM diharapkan bisa memberikan sinyal positif kepada pasar. Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menambahkan, kenaikan harga BBM kemungkinan akan diumumkan sekitar pekan depan. "Beberapa hari setelah tanggal 17 Juni 2013, pemerintah akan segera mengumumkan kenaikan BBM," katanya.
Chatib tidak hawatir akibat kenaikan harga BBM bisa berdampak buruk karena bisa menimbulkan inflasi. Sebab, untuk mengantisipasi dampak inflasi Pemerintah telah mempersiapkan program bantuan sosial, seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp 9,3 triliun, program keluarga Harapan (PKH), bantuan kepada siswa miskin (BSM), bantuan beras bagi masyarakat miskin, dan bantuan pembangunan infrastruktur dasar di daerah yang dikategorikan miskin.
Sementara itu, dari sisi Surat Berharga Negara (SBN), Pemerintah juga telah melakukan beberapa langkah yang terdiri dari, pertama melakukan komunikasi langsung dengan pelaku pasar dan stakeholder SBN. Langkah kedua, jika diperlukan Pemerintah mengaku akan melakukan pembelian kembali (buyback) SBN yang berada di pasar sekunder.
Bahkan, pada hari kamis (13/6) Pemerintah sudah melakukan buyback terhadap Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 400,5 miliar. Langkah tersebut diharapkan bisa mendongkrak harga SBN milik pemerintah yang anjlok dikarenakan nilai tukar rupiah yang melemah. Dengan membaiknya harga SBN, bisa menyebabkan nilai tukar rupiah juga terdorong. Nilai tukar rupiah yang lebih kuat jelas bisa mengurangi beban defisit di neraca perdagangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News