kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik Pro dan Kontra Penyaluran Bantuan Sosial Jelang Pemilihan Umum


Minggu, 28 Januari 2024 / 17:30 WIB
Menilik Pro dan Kontra Penyaluran Bantuan Sosial Jelang Pemilihan Umum
ILUSTRASI. Bantuan dari pemerintah terus mengalir di tahun 2024. Bahkan, di era sebelum Pemilu 2024 yang dihelat Februari 2024.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bantuan dari pemerintah terus mengalir di tahun 2024. Bahkan, di era sebelum Pemilu 2024 yang dihelat Februari 2024. 

Salah satunya, pemerintah melanjutkan pemberian kartu pra kerja pada tahun ini. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan kartu prakerja bisa melatih sekitar 1,2 juta orang. 

Sehingga, sejak diluncurkan pada April 2020 hingga akhir tahun 2024, sekitar 19 juta orang sudah merasakan program prakerja ini. 

Selain kartu prakerja, berbagai bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah pada awal tahun ini adalah, program keluarga harapan (PKH). 

PKH rutin diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM), dengan nilai bantuan yang beragam. 

Contohnya, PKH kesehatan diberikan tunai kepada ibu hamil dan anak balita sebesar Rp 3 juta per tahun. Kemudian PKH lanais diberikan untuk mereka yang berusia di atas 60 tahun, sebesar Rp 2,4 juta per tahun. Pun PKH untuk penyandang disabilitas mendapatkan nominal yang sama, yaitu Rp 2,4 juta. 

Baca Juga: Pemilu 2024 Diprediksi Tak Akan Berdampak Ekstrem ke Pasar Modal Indonesia

PKH juga ada untuk klaster pendidikan. Sekitar Rp 900 ribu per tahun diberikan untuk siswa sekolah dasar (SD), Rp 1,5 juta per tahun untuk anak sekolah menengah pertama (SMP), dan Rp 2 juta per tahun untuk anak sekolah menengah atas (SMA). 

Selain PKH, ada juga bantuan pangan nontunai (BPNT). Dari sini, masyarakat mendapatkan bantuan Rp 400 ribu untuk dua bulan. 

Ada juga bantuan sosial beras, yang sebenarnya sudah ada pada tahun lalu. 

Pada tahun 2024, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan bantuan tersebut. Sehingga, masyarakat akan mendapatkan bantuan berupa 10 kilogram (kg) beras setiap bulannya pada awal tahun 2024. 

Pemerintah juga menggelontorkan dana untuk memberi ganti rugi bagi petani yang gagal panen karena banjir. Tiap kelompok tani, berpotensi mendapatkan nilai ganti rugi mulai Rp 122 juta hingga Rp 200 juta. 

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mewanti-wanti, kebijakan pemberian bansos jelang perhelatan pemilihan umum rentan berpengaruh secara elektoral ke salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Ini salah satunya disebabkan oleh Presiden Joko Widodo yang terlihat memihak ke salah satu paslon. 

Baca Juga: Hasil Survei: Pilpres 2024 Mengarah ke Dua Putaran

“Presiden secara de facto memang berpihak, yang serta merta membuat semua kebijakan bansos mau tak mau berpengaruh secara elektoral ke salah satu paslon, yakni yang didukung presiden,” ungkap Ronny kepada Kontan.co.id, Jumat (26/1). 

Bahkan, ini juga menimbulkan sentimen dalam masyarakat, yaitu adanya kekhawatiran pork barrel politics. Yaitu, timbul persepsi masyarakat bahwa ada penggunaan anggaran negara untuk program dan kebijakan intervensionis, baik dalam skala lokal maupun nasional yang menguntungkan salah satu paslon. 

Nah, untuk mengecilkan peluang tersebut dan meredam kegundahan masyarakat, maka Ronny mengimbau semestinya para paslon non aktif dari segala jabatannya di pemerintah. 

“Agar tidak terjadi spillover electoral dari kebijakan pemerintah yang menggunakan anggaran negara,” tambahnya. 

Selain itu, Ronny menegaskan pentingnya seorang presiden untuk mengambil langkah netral, agar pemilihan umum memberikan keadilan bagi para paslon.

Terlepas dari masalah politik, Ronny melihat bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah berguna untuk menahan agar pertumbuhan ekonomi tidak merosot lebih lanjut. 

Apalagi, bila melihat data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2023 kemarin, ada perlambatan dari 5,17% yoy menjadi 4,94% yoy. 

Pun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2023 tercatat sebesar 5,06% yoy, atau melambat dari 5,22% yoy. 

Ini menunjukkan ada masalah dengan daya beli masyarakat, terutama karena inflasi beberapa komoditas yang mendaki. 

Baca Juga: Ombudsman Indonesia Mengendus Penyimpangan Data Bansos

Sedangkan Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menilai, bansos yang diberikan oleh pemerintah akan meningkatkan konsumsi penduduk, tetapi tidak terlalu besar. 

Mengingat, bantuan sosial sudah menjadi program reguler yang digelontorkan oleh pemerintah. Sehingga, dampaknya pun tak akan terlalu signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024. 

Namun, ia juga menilai bantuan yang diberikan oleh pemerintah akan membantu meredam kenaikan harga pangan karena inflasi. 

Tauhid juga tak terlalu khawatir bila ada tendensi politisasi bantuan sosial. Ia menilai masyarakat Indonesia sudah lebih cerdas, sehingga bansos yang diberikan tidak akan membuat masyarakat kemudian condong ke salah satu paslon. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×