kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Memupuk bantalan demi jaga stabilitas rupiah


Jumat, 10 Agustus 2018 / 10:31 WIB
Memupuk bantalan demi jaga stabilitas rupiah
ILUSTRASI. Uang Rupiah


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelojak nilai tukar rupiah masih akan menjadi fokus Bank Indonesia (BI) dalam jangka pendek. Walau cadangan devisa Indonesia terus tergerus, tapi Bank Indonesia (BI) mengaku tak khawatir. Pasalnya, BI punya pertahanan kedua (second line of defense) yakni Jaringan Pengaman Keuangan Internasional (JPKI).

Cadangan devisa memang menjadi first line of defense bagi sistem moneter Indonesia. Sejak mencapai posisi tertinggi Januari 2018 yang mencapai US$ 131,9 miliar, cadangan devisa terus menyusut. Hingga akhir Juli 2018, cadangan devisa US$ 118,3 miliar.

Padahal, tekanan di sektor finansial Indonesia masih akan terus terjadi, minimal hingga akhir tahun. Itu merupakan imbas rencana kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan terjadi September dan Desember serta normalisasi kebijakan di sejumlah negara.

Untuk menahan gejolak di pasar keuangan, BI mengaku masih punya second line of defense mencapai US$ 112 miliar. Dana ini bisa dipakai dalam keadaan mendesak, seperti jika cadangan devisa menipis.

Tapi sejauh ini BI belum berencana mengaktifkan bantalan tersebut. "Kita punya second line of defense yang jumlahnya US$ 112 miliar. Itu sangat besar," kata Direktur Departemen Internasional Erwin Haryono, Kamis (9/8).

Angka itu dari fasilitas global yang bisa di dapat Indonesia, yaitu berupa Flexible Credit Line (FCL) yang disediakan oleh International Monetary Fund (IMF). Menurut Erwin, fasilitas FCL dari IMF tidak terbatas dan bebas syarat. Asal, negara yang mengajukan dianggap sebagai negara yang pantas (eligible) oleh IMF.

"Yang paling rendah yang bisa kita ambil (dari FCL IMF) US$ 66,6 miliar. Jadi US$ 112 miliar jumlah paling konservatif yang bisa kita dapat kalau kita mau gunakan second line of defense," tambah Erwin.

Anga itu berasal dari fasilitas swap arrangement di tingkat regional, yaitu berupa Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM), yaitu antara Indonesia dengan ASEAN + 3 (Jepang, China, dan Korea). Nilainya, mencapai US$ 22,76 miliar.

Indonesia juga masih memiliki fasilitas swap arrangement di tingkat bilateral, yaitu kerjasama swap dengan Jepang US$ 22,76 miliar.

Jangan dipakai

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih bilang, BI perlu menyampaikan second line of defense guna menyakinkan pelaku pasar bahwa ada bantalan menjaga rupiah. Lana berharap strategi ini tidak terpakai. "Kalau digunakan, sama saja BI sudah bendera putih. Itu sama seperti kita menekan utang dengan IMF tahun 1998," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×