kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mau lampaui negara maju, ekonomi RI harus 2 digit


Senin, 28 April 2014 / 16:45 WIB
Mau lampaui negara maju, ekonomi RI harus 2 digit
ILUSTRASI. Parto Kawito, Direktur PT Infovesta Utama


Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Mantan Menko Bidang Perekonomian, Rizal Ramli mengatakan, negara-negara Asia yang pernah menyalip perekonomian Amerika Serikat rata-rata pernah mencetak pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen.

Dia bilang, Jepang pernah selama 15 tahun tumbuh dengan pertumbuhan ekonomi kisaran 12 persen. Sementara, Tiongkok selama 20 tahun, perekonomiannya tumbuh di antara 13-14 persen.

"Kalau kita mau ngejar, enggak bisa kalau hanya dengan 5-6 persen. Pertumbuhan ekonomi 5-6 persen itu buat nampung tenaga kerja baru aja enggak cukup, apalagi yang pengangguran," ungkapnya, dalam diskusi ekonomi politik, di Jakarta, Senin (28/4/2014).

"Tapi rakyat kita tidak makan makro ekonomi. Buat mereka yang penting kesejahteraannya naik atau enggak," imbuhnya.

Rizal menjelaskan, ukuran paling bagus untuk melihat kesejahteraan ada beberapa indikator, yakni, kecukupan gizi, akses kesehatan, akses air bersih, akses pendidikan, tingkat kesehatan. "Ini indikator kesejahteraan paling penting," lanjut dia.

Sayangnya, indikator yang disebut indeks pembangunan manusia itu masih rendah. Indonesia hanya di peringkat lima di kawasan ASEAN. Adapun negara dengan indeks pembangunan manusia paling baik adalah Singapura, disusul, Malaysia, Filipina, Thailand, kemudian baru Indonesia.

"Itulah kenapa rakyat kita tetap mau jadi TKI di Malaysia, karena di sana dianggap paling sejahtera. Jadi tugas sejarah kita, siapapun nanti pemimpinnya, 80 persen rakyat kita harus menikmati arti kemerdekaan. Kalau tidak, nanti terjadi masalah sosial," pungkasnya. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×