Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Cebongan (LP Cebongan), Sleman, Yogyakarta, untuk melakukan investigasi insiden penyerangan LP oleh kelompok bersenjata tak dikenal. Wawancara langsung dilakukan dengan Kepala Lapas Sukamto dan para saksi lainnya. Berikut runtutan peristiwa dimulai dari tewasnya seorang anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Selasa (19/3/2013)
Terjadi pengeroyokan yang menewaskan anggota Kopassus Kandang Menjangan, Kartosuro, Solo, yakni Sersan Satu (Sertu) Santoso (31). Pengeroyokan yang menewaskan Santoso terjadi di Hugo's Cafe, Sleman, Yogyakarta, Selasa pukul 02.45 dini hari. Berdasarkan hasil penyelidikan, pengeroyokan itu awalnya dipicu senggolan korban dan tersangka, lalu terjadi adu mulut. Santoso pun tewas karena ditusuk.
Kemudian, kurang dari 24 jam, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berhasil menangkap empat tersangka di tiga lokasi berbeda, pukul 14.00. Keempatnya adalah Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait.
Rabu (20/3/2013)
Keempat tersangka yang semula ditahan di Polres Sleman dipindahkan ke tahanan Polda DI Yogyakarta.
Jumat (22/3/2013)
Hanya sehari di Polres Sleman dan beberapa hari di Polda DI Yogyakarta, keempat tahanan bersama beberapa tahanan lainnya dipindahkan ke LP Cebongan, Sleman, pukul 11.00. Kuasa hukum tersangka mengaku tidak mengetahui pemindahan tersebut. Kepolisian beralasan, ruang tahanan Polda DIY sedang dalam renovasi.
Koordinator Kontras, Haris Azhar, yang melakukan investigasi menuturkan, berdasarkan keterangan saksi, pihak LP sempat mempertanyakan alasan pemindahan tersangka. Pihak LP, menurut Haris, telah memiliki firasat buruk karena 4 dari 11 tersangka yang dipindahkan adalah tersangka pembunuh Kopassus.
"Ada firasat atau dugaan buruk, takut peristiwa penyerangan di Mapolsek OKU terulang," kata Haris.
Saat pihak LP mempertanyakan alasan pemindahan, jawaban hanya datang dari seorang kepala unit (kanit) yang menyatakan Polda DIY akan memberikan pengamanan di LP. Sukamto kemudian menduga Polda DIY telah memberikan back-up dengan mengirim tim intelijen. Hingga malam hari, LP tersebut hanya dijaga sekitar 8 orang. Pemindahan tahanan secara cepat itu pun dinilai janggal. Pihak Polda DIY diduga kuat sebelumnya telah mengetahui akan ada penyerangan terhadap empat pelaku.
Sabtu (23/3/2013)
Sekitar pukul 00.30, dua petugas di meja piket LP didatangi seseorang yang menunjukkan surat dan mengaku dari Polda DIY. Orang tersebut mengatakan ingin berkoordinasi tentang tahanan yang baru dilimpahkan ke LP Cebongan. Petugas piket kemudian langsung memanggil kepala keamanan. Kepala keamanan itu langsung bergegas ke pintu depan untuk menanyakan maksud kedatangan.
Namun, saat pintu dibuka, sudah ada sekitar 17 orang dengan wajah ditutup dan menenteng senjata laras panjang. Mereka yang mengenakan pakaian bebas itu memaksa untuk masuk ke LP. "Mereka menodongkan senjata dan beberapa di antaranya menjaga atau menyandera penjaga LP. Kelompok itu juga mengancam akan mengebom LP," ungkap Haris.
Mereka langsung menanyakan di mana letak tahanan yang baru saja dilimpahkan oleh Polda DIY. Penjaga LP yang mengaku tidak tahu langsung dianiaya dan dipaksa memberi tahu. Petugas LP diseret secara paksa untuk menujukkannya. Akhirnya, seorang petugas memberi tahu para tahanan berada di sel 5a. Kelompok bersenjata mengambil paksa kunci sel dan meminta petugas LP untuk mengantar ke sel.
Setelah sampai di sel 5a, terdapat 35 tahanan, termasuk empat tersangka pembunuhan anggota Kopassus. Sesorang itu langsung menanyakan siapa empat orang yang menjadi tersangka pembunuhan anggota Kopassus. "Terjadi kepanikan dan kegaduhan di dalam sel tersebut hingga empat orang itu terpisah," kata Haris.
Seseorang berbadan tegap itu pun langsung menembak empat tersangka hingga tewas di hadapan tahanan lainnya. Menurut Haris, berdasarkan keterangan saksi, pelaku penembakan empat tersangka hanya satu orang. "Eksekutor empat orang itu hanya satu orang," katanya.
Selain itu, pelaku lainnya juga meminta paksa petugas LP untuk menunjukkan tempat kontrol CCTV. Petugas LP mengatakan hal itu hanya diketahui Kepala LP. Ruang Kepala LP berada di lantai dua. Pelaku kemudian mendobrak pintu yang bertuliskan "Kepala Lapas" dan merusak sekaligus mengambil kelengkapan CCTV. Penyerangan secara keseluruhan diperkirakan hanya berlangsung selama 15 menit. Ada seorang pelaku yang diduga berperan sebagai time keeper.
"Ada saksi yang mengaku melihat seorang penyerang terus melihat jam di tangannya," terangnya.
Keterangan lain, penyerang diduga memasuki LP dengan melompat pagar sebab LP dikunci. Sementara itu, warga sekitar berdasarkan keterangannya mengaku mendengar suara tembakan dan melihat ada tiga truk parkir dekat LP. LP berada pada daerah yang sepi dari lingkungan permukiman penduduk. Sisi jalan juga tidak dilengkapi dengan lampu penerangan.
Penyerangan terencana
Dari hasil investigasi, penyerangan terlihat sangat terencana. Penyerangan juga diduga dilakukan kelompok bersenjata yang profesional. Pembagian tugas pelaku penyerangan telah diatur dengan estimasi waktu penyerangan hanya 15 menit. "Ini seperti operasi buntut kuda. Yang masuk LP ada sekitar 17 orang, tapi yang mengeksekusi hanya satu," kata Haris.
Direktur Program Imparsial Al-Araf meyakini pelaku berasal dari kelompok terlatih dengan penggunaan senjata. Menurut keterangan kepolisian, pelaku membawa senjata AK 47, jenis FN, dan granat. "Penyerangan ini tentunya dilakukan secara terorganisasi, terencana, terlatih, dan memiliki kapasitas penggunaan senjata secara profesional," terangnya.
Dari rangkaian peristiwa itu diduga kuat, penyerangan dilakukan dengan motif balas dendam. Banyak pihak kemudian menduga pelaku penyerangan adalah anggota TNI sendiri. Meski masih dalam tahap penyelidikan, Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso langsung membantah penembakan dilakukan anggota Kopassus.
Kepala Seksi Intelijen Kopassus Grup-2 Kapten (Inf) Wahyu Yuniartoto juga menyatakan bantahan yang sama. (Dian Maharani/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News