Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menahan dua tersangka kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar, tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005 setelah tiga tahun dilakukan penyidikan. KPK menetapkan mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Persero, Suroso Atmo Martoyo, dan Direktur PT Sugih Interjaya Willy Sebastian Liem sebagai tersangka pada 2011 dan 2012.
"Dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar, TEL Pertamina, KPK menahan WSL dan SAM untuk 20 hari pertama," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Selasa (24/2).
Priharsa mengatakan, keduanya ditahan selama 20 hari pertama di rumah tahanan berbeda. Willy ditahan di rumah tahanan KPK cabang Guntur dan Suroso ditahan di rumah tahanan Klas I Cipinang.
Suroso dan Willy dijadwalkan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus ini. Setelah enam jam diperiksa, mereka keluar Gedung KPK mengenakan baju tahanan berupa rompi berwarna oranye. Suroso terlebih dahulu keluar dari Gedung KPK mengenakan rompi tahanan. Ia berjalan cepat menuruni tangga menuju mobil tahanan yang menunggunya di pelataran gedung.
"Ikuti saja proses hukumnya," ujar Suroso singkat.
Sekitar 30 menit berselang, giliran Willy yang keluar dari Gedung KPK. Hingga masuk ke mobil tahanan, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Kasus dugaan suap pada pengadaan TEL di Pertamina diduga melibatkan Innospec. PT Soegih Interjaya merupakan mitra kerja Innospec di Indonesia. Perusahaan asal Inggris itu dinyatakan bersalah di pengadilan Southwark, Crown, Ingris pada 26 Maret 2010 sehingga dikenakan denda 12,7 juta dollar Amerika Serikat.
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa sejak 2000 hingga 2005, Innospec melalui PT Soegih Indrajaya menyuap dua mantan pejabat di Indonesia, yakni Suroso dan mantan Dirjen Minyak dan Gas, Rahmat Sudibyo. Suap tersebut dilakukan agar TEL tetap digunakan dalam bensin produksi Pertamina. Padahal, penggunaan bahan bakar bensin bertimbal itu tidak diperbolehkan lagi di Eropa dan Amerika Serikat karena dianggap membahayakan kesehatan dan lingkungan. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News