kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK minta revisi UU Penyelenggaraan Haji


Selasa, 21 Februari 2012 / 18:37 WIB
KPK minta revisi UU Penyelenggaraan Haji
ILUSTRASI. Promo Hypermart weekday 1 Maret 2021 menawarkan produk-produk kebutuhan harian. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar terdapat perubahan dalam pasal 21, undang-undang nomor 13 tahun 2008, tentang penyelenggaraan ibadah haji. Menurut KPK, perlu ditambahkan penjelasan ketentuan pada pasal tersebut, mengenai biaya langsung dan biaya tidak langsung dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Selama ini, menurut KPK, belum ada penjelasan terkait hal ini.

Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menyatakan bahwa BPHI terdiri dari dua komponen, yaitu dana langsung atau direct cost dan juga dana tidak langsung atau indirect cost. Dana langsung berasal dari dana setoran awal dan pelunasan BPIH. Sementara, dana tidak langsung berasal dari bunga hasil investasi dana setoran awal BPIH dan juga digunakan untuk menyubsidi biaya-biaya jemaah haji yang tidak ditetapkan sebagai komponen biaya langsung seperti untuk pembuatan paspor, konsumsi jemaah haji, pemondokan serta akomodasi.

Karena itu, KPK menilai, perlu adanya tambahan ketentuan pasal untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana BPIH. "Peruntukan BPIH, baik langsung maupun tidak langsung harus digunakan sepenuhnya untuk membiayai kebutuhan jemaah haji," tegas Busyro.

Karena itu, besaran BPIH baik direct cost maupun indirect cost, ditetapkan oleh presiden atas usul menteri setelah mendapat persetujuan DPR, harus mencantumkan rincian peruntukan dana dan besarannya. "Selama ini bunga dari dana setoran awal tidak ketahuan besarannya dan fungsinya," imbuh Busyro.

Selain itu, KPK juga meminta adanya bagian dari hasil investasi setoran awal ibadah haji yang merupakan indirect cost, yang dikembalikan kepada jemaah calon haji, dalam bentuk pengurangan direct cost BPIH. "Kami meminta ada bagian dari bunga bank, yang dikembalikan kepada calon jemaah, agar bisa mengurangi beban biaya haji," tandasnya.

Selama ini, menurut KPK, penggunaan indirect cost dari para calon jemaah, juga digunakan untuk membiayai petugas haji. Padahal seharusnya dana untuk petugas haji dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sebagaimana diatur daman pasal 11 ayat 4. Dalam rapat perubahan undang-undang tentang penyelenggaraan ibadah haji dengan Komisi VIII, KPK meminta adanya revisi pada pasal 11 ayat 4, pasal 21 dan 21 ayat (1) serta pasal 23 ayat 2.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×