Reporter: Yudho Winarto | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, sejauh ini, kesadaran pimpinan kementerian/lembaga (K/L) dalam mencegah korupsi masih sangat rendah. Ini terlihat dari nilai rata-rata indikator etik yang hanya mencapai 1,83.
"Dalam penilaian inisiatif anti korupsi (PIAK) 2011, dari angka 0-10, indikator kode etik hanya 1,83. Artinya kesadaram pimpinan K/L, pemerintah daerah dalam membangun kode etik sebagai alat mencegah koruspi sangat rendah," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas, dalam konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, Rabu (7/12).
Busyro menjelaskan, kode etik dan pedoman perilaku menjadi instrumen penting bagi institusi untuk meningkatkan displin, menjamin terpeliharanya tata tertib, juga menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif. Namun, dalam berbagai kajian dan pengukuran yang dilakukan oleh KPK, diketahui instrumen kode etik belum menjadi perhatian utama sebagian besar institusi.
Padahal aturan mengenai itu sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.42/2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS dan PP No.53/10 tentang disiplin PNS. Mengacu pada hasil PIAK 2011, dari total peserta PIAK yakni 18 K/L di tingkat pusat, ternyata ada 8 K/L yang tidak memiliki kode etik khusus seperti yang diamanatkan dalam pasal 13 PP No.42/2004.
Lanjut Busyro, penerapan kode etik yang baik tentunya akan menunjang integritas individu dan juga menjaga integritas institusi. Berdasarkan pengukuran KPK melalui survei integritas sektor publik, pada tahun 2011 ini angkanya jauh lebih baik dari tahun sebelumnya. Jika tahun 2010 angka indeks integrasi nasional (IIN) hanya 5,42, maka di tahun 2011 sebesar 6,31.
"Meski skore IIN membaik, masih dijumpai layanan K/L maupun Pemda yang memiliki nilai integrasi sangat rendah. Hal itu menunjukan masyarakat sebagai pengguna layanan masih memiliki memberikan gratifikasi dalam menggunakan layanan publik," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News