Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
DEPOK. "Ini mah dibunuh banget karakter saya. Penegak hukum tolong buktiin yang bener. Kutuk saya kalau saya salah," ujar pelawak sekaligus seniman Betawi, Mandra Naih, dengan terisak dan mata berkaca-kaca, di rumahnya di Jalan Radar Auri, Gang H Anang, RT 5/11, Mekarsari, Cimanggis, Depok, Rabu (11/2).
Didampingi kuasa hukumnya Sonie Sudarsono, Mandra memberikan keterangan dan klarifikasi terkait penetapan Mandra sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung.
Menurut Mandra, dirinya sama sekali tidak terlibat dalam korupsi seperti yang dituduhkan Kejaksaan Agung. Ia mengaku hanya sebagai korban dalam kasus ini. "Nauzubillah mindzalik kalau saya makan hak orang apalagi korupsi," kata Mandra.
Ia juga mengaku sakit hati dengan pihak-pihak yang memanfaatkan celah dalam proses penjualan film milik Viandra Production, sebuah PH miliknya ke TVRI 2013 lalu, sehingga dirinya dijadikan tumbal hingga ditetapkan menjadi tersangka korupsi.
"Saya sakit hati. Saya nggak terima banget dengan ini semua karena saya dikorbanin," ujarnya.
Mandara membantah jika dirinya menikmati uang hasil korupsi seperti yang dituduhkan. "Kafir saya kalau korupsi. Dan biar mati saya gak wajar, kalau saya melakukan itu. Korupsi ini adalah hal yang saya benci. Sejak kecil saya diajarin agama yang sangat kuat. Saya takut makan hak orang. Sepeser pun saya gak akan makan hak orang dengan korupsi ini. Nauzubillah Minzalik, kalau saya melakukan itu," papar Mandra.
Penasehat hukum Mandra, Sonie Sudarsono mengatakan bahwa kliennya Mandra sama sekali tidak terlibat dengan apa yang dituduhkan. Menurut Sonie, dalam kasus ini ada beberapa broker dan perantara yang terlibat dan akhirnya menjerumuskan Mandra.
"Klien saya sama sekali tidak menerima uang korupsi yang dituduhkan," kata Sonie.
Seperti diketahui, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyo Pramono pada Selasa (10/1) malam menetapkan Mandra menjadi tersangka kasus korupsi. Mandra dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No 31/1999 Jo UU 20/2001 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Nilai proyek ditaksir sampai Rp 40 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News