kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Kontraktor keluhkan bunga dan pajak ganda


Rabu, 09 November 2011 / 10:20 WIB
ILUSTRASI. Logo PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa di Jakarta, Jumat (13/11). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/13/11/2020


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Para kontraktor lokal berkeluh kesah. Kendati proyek infrastruktur di dalam negeri bejibun, tapi mereka mengaku kesulitan menggarap proyek tersebut. Salah satu faktornya, sumber pembiayaan yang terbatas.

Ketua Umum Asosiasi Kontruksi Indonesia (AKI) Sudiarto menjelaskan selama ini mereka kesulitan mengakses kredit dari perbankan karena para bankir mematok bunga tinggi sekitar 12% per tahun bagi kontraktor yang menggarap proyek infrastruktur.

Ia bilang suku bunga sebesar 12% pertahun itu termasuk tinggi bila dibandingkan suku bunga di negara-negara tetangga. Rata-rata suku bunga yang dipatok perbankan di negara lain di bawah 5% per tahun.

Bukan cuma itu, perbankan juga lebih pelit dalam mengucurkan pinjaman untuk sektor konstruksi. Persyaratannya sangat berat. Bank lebih suka memberikan kemudahan pinjaman untuk kebutuhan konsumtif dibandingkan pengerjaan konstruksi yang termasuk produktif.

Tapi apa boleh buat. "Karena memerlukan dana kami terpaksa tetap meminjam ke perbankan," ujar Sudiarto, kemarin.

Selain bunga tinggi, problem lain yang dihadapi para pengusaha konstruksi adalah pengenaan pajak ganda bila kontraktor menggarap proyek infrastruktur di luar negeri "Itu membuat kami tak punya daya saing," katanya, Selasa (8/11).

Sudiarto memberi contoh bila kontraktor mendapat proyek di luar negeri maka harus membayar pajak penghasilan (PPh) di luar negeri sebesar 15 %. Nah selain itu, di dalam negeri kontraktor juga dibebankan PPh badan sekitar 25% dari nilai kontrak. Jadi kontraktor menanggung pajak sebesar 40%.

Usul pangkas pajak

AKI sendiri telah mengusulkan agar ada perubahan kebijakan perpajakan bagi sektor konstruksi. Jadi kalau sudah dikenakan pajak sebesar 15% di luar negeri, maka pajak di dalam negeri cukup 10% saja. "Sayang keinginan kami belum ditanggapi sejak Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan," ujar Sudiarto.

Dus, dua masalah tersebut yang akhirnya menyebabkan daya saing kontraktor lokal menjadi lemah. Akibatnya kontraktor nasional kesulitan memenangkan tender pengerjaan proyek konstruksi di luar negeri. Saat ini sekitar 90% kontraktor nasional lebih banyak menggarap proyek konstruksi dalam negeri dengan nilai investasi Rp 130 triliun. "Kalau seperti ini bagaimana bisa berkembang," ujarnya.

Bambang Goeritno, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum mengaku telah menyampaikan usulan AKI tersebut ke Kementerian Keuangan agar menjadi perhatian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×