Reporter: Arif Wicaksono, Tendi Mahadi | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah memastikan segera menerbitkan beleid sanksi bagi pemilik mobil murah dan ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Beleid ini diharapkan agar konsumsi BBM bersubsidi tidak membengkak.
Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, aturan ini untuk menunjang kebijakan sebelumnya, yakni mobil LCGC harus memakai BBM non subsidi, minimal memiliki research octane number (RON) 92. "Kalau ada yang melanggarnya akan ada sanksi, tapi kami masih mencari hukuman yang tepat," ujarnya Selasa (1/10).
Hidayat mengatakan, pihaknya akan secepatnya menyelesaikan regulasi pemberian sanksi penggunaan bahan bakar mobil LCGC. Mengingat, produsen mobil sudah gencar memasarkan produk LCGC.
Untuk bentuk dan ditel regulasinya lebih jauh, Hidayat belum memberitahukannya. Pembahasan regulasi sanksi konsumsi BBM mobil LCGC sendiri dibahas oleh Kemperin dan Kementerian ESDM.
Menurut Hidayat, sanksi bukan hanya dari penyelenggara negara, tapi juga dari agen tunggal pemegang merek (ATPM). Mereka tidak akan memberikan garansi perbaikan mobil, jika terbukti ada penggunaan BBM subsidi.
Sebelumnya, Hidayat jugamenegaskan, bahwa langkah pemerintah mendukung LCGC adalah demi menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015. Jika tidak memproduksi mobil LCGC, maka Indonesia akan diserbu produk serupa dari negeri jiran. Saat ini ada empat ATPM yang meluncurkan LCGC, yaitu Daihatsu, Toyota, Honda, Nissan.
Pengamat Transportasi dari Universitas Trisakti, Eryus Amran Koto, meragukan pemerintah mampu mengawasi pemberlakuan aturan konsumsi BBM dengan baik. "Kita semua tahu, jika terjadi pelanggaran, pemerintah paling hanya melontarkan janji untuk mengecek atau memperbaiki," kata Eryus.
Selain itu, pengawasan penggunaan konsumsi BBM bersubsidi bagi pengguna kendaraan mobil LCGC juga sulit. Soalnya, infrastrukturnya belum memadai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News