Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik Iran dengan Israel makin meruncing. Iran meluncurkan ratusan drone dan rudal balistik terhadap Israel pada Sabtu (13/4) malam sebagai misi balasan atas serangan udara pada 1 April lalu.
Serangan tersebut dikhawatirkan akan mengerek harga minyak global termasuk harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menerangkan dari sisi belanja negara, peningkatan ICP akan berpengaruh langsung terhadap kenaikan belanja subsidi energi dan Dana Bagi Hasil (DBH). Selain itu, konflik tersebut juga bakal berdampak terhadap pemenuhan anggaran pendidikan.
"Apabila tensi ketegangan di Timur Tengah masih memanas yang selanjutnya akan berdampak pada harga minyak mentah dunia, pada akhirnya akan mempengaruhi harga ICP yang cenderung meningkat," kata Josua kepada Kontan, Senin (15/4).
Baca Juga: Subsidi Energi Indonesia Berpotensi Melonjak Imbas Serangan Iran ke Israel
Dalam hitungannya, setiap kenaikan harga ICP sebesar US$ 1 per barel dari asumsi makro APBN 2024 yang dipatok US$ 82 per barel, maka akan mendorong peningkatan pendapatan negara sekitar Rp 3,6 triliun.
Meski demikian, disisi yang lain setiap kenaikan harga ICP sebesar US$ 1 per barel akan mendorong peningkatan belanja sebesar Rp 10,1 triliun.
"Artinya sensitivitas perubahan harga ICP akan mendorong pelebaran defisit sebesar Rp 6,5 triliun," ujarnya.
Lebih lanjut, Josua menerangkan harga ICP akan berpengaruh terhadap pendapatan negara yang berbasis komoditas minyak dan gas (migas) yaitu penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (PNBP SDA) migas.
"Namun demikian, secara tidak langsung perubahan harga ICP juga akan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi di sektor pertambangan dan sektor lain yang terkait sehingga dampaknya pada sisi pendapatan negara, baik di sisi perpajakan maupun PNBP dapat menjadi lebih besar," imbuh Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News