Reporter: Abdul Basith | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempersiapkan lahan seluas 902.210 hektare (ha) untuk penggantian lahan usaha (land swap). Lahan yang disiapkan berasal dari pada areal bekas hutan tanaman industri (HTI) yang memiliki kinerja tidak bagus atau dikembalikan, atau berupa areal pemohon yang belum turun perizinannya.
Perusahaan yang memperoleh land swap pun harus sesuai dengan persyaratan. "Syarat utama perolehan land swap adalah telah disahkannya revisi atau penyesuaian rencana kerja usaha (RKU) dan rencana kerja tahunan (RKT)," ujar Bambang Hendroyono, Sekertaris Jenderal (Sekjen) KLHK dalam siaran pers, Kamis (13/7).
Alokasi ini bersumber dari areal yang belum turun perizinannya seluas 507.410 ha, areal kelola sosial yang berada di luar peta indikatif areal perhutanan sosial (PIAPS) seluas 290.560 ha, areal tutupan lahan hutan di bawah 20% dan berdekatan dengan HTI seluas 61.785 ha, serta areal hutan produksi yang belum diarahkan seluas 42.445 ha.
Pelaksanaan land swap dilakukan guna menindaklanjuti penerbitan peraturan menteri KLHK no. P.40/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017, tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Selama ini penggantian lahan menjadi polemik bagi pemerintah dan pelaku usaha. Oleh karena itu, persiapan lahan land swap juga dibarengi dengan mekanisme pengusurusannya.
Bambang juga menekankan bahwa KLHK akan terus melakukan asistensi, pengawasan dan penilaian terhadap implementasi land swap, hingga dicapai tingkat keberhasilan dalam pengelolaan ekosistem gambut dan keberlangsungan usaha HTI. Pemerintah akan menarik kembali lahan land swap yang tidak ditanami dalam waktu satu tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News