Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah meneken nota kesepahaman (MoU) untuk saling mendukung dalam mengurangi dampak lingkungan hidup pada kegiatan di sektor ESDM.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, ada sejumlah poin yang secara spesifik tercantum dalam ruang lingkup MoU tersebut. Antara lain pelaksanaan reklamasi hutan dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam kegiatan pertambangan.
Sinergi ini, juga terkait dengan pengendalian penertiban perizinan kawasan hutan. Selain itu, ada juga soal sinkronisasi dalam pengendalian pencemaran dan perubahan iklim. "Ini untuk menindaklanjuti pertemuan tanggal 23 April," kata Siti dalam pertemuan bersama Menteri ESDM yang digelar di Kantor KLHK, Senin (29/4).
Menteri ESDM Ignasius Jonan menambahkan, pihaknya berkomitmen mengurangi dampak lingkungan dalam sektor energi, khususnya aktivitas pertambangan. Jonan menekankan, reklamasi pasca tambang dan rehabilitasi DAS adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh pemegang izin pertambangan.
"Kalau kewajiban itu tidak dijalankan, pelayanan pertambangan akan kami kurangi, bahkan hentikan. Tak ada masalah dengan itu, kami komit," tegas Jonan.
Hanya saja, Jonan menegaskan bahwa komitmen tersebut memerlukan dukungan dari pemerintah daerah. Sebab, tak sedikit izin tambang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi. "Jadi perlu juga pelibatan Pemprov, Pemkab dan penegak hukum lain," sambungnya.
Jonan juga mendorong KLHK memperkuat sinergi dalam pengeluaran Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH) dalam proses ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebab, lahan menjadi salah satu kendala dalam pengembangan listrik dari energi bersih tersebut.
Sebagai contoh, untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berskala besar, dibutuhkan lahan seluas 1 hektare (ha) per 1 Megawatt (MW) yang dibangun. "Jadi kalau mau bikin 1.000 MW, ya perlu 1.000 ha, jadi makan lahan besar. Tapi kalau bisa ini akan sangat membantu (bauran energi EBT)," terangnya.
Saat ini bauran EBT dalam kelistrikan baru mencapai 13%. Jumlah itu akan terus digenjot hingga mencapai target bauran 23% pada tahun 2025. Adapun, dari capaian 13% listrik EBT, Jonan berkata bahwa listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) memegang porsi paling signifikan.
Sekitar 10% dari pembangkit listrik EBT, sambung Jonan, berasal dari kedua pembangkit jenis tersebut. "Dua itu jadi backbone besar, 3% sisanya itu Bionergi, Surya, angin, dan itu juga terkait dengan IPPKH," ujar Jonan.
Di sisi lain, Jonan pun menegaskan, tidak akan ada lagi pembangunan baru Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara di Pulau Jawa. "Sejak RUPTL 2018 sudah tidak ada lagi izin baru untuk membangun PLTU di Jawa. Jadi pembangkit harus menggunakan gas denganpipa atau memakai reneweble," terangnya.
Selain itu, Jonan juga memastikan komitmen Kementerian ESDM untuk mendorong pengurangan polusi dan menekan emisi gas buang. Antara lain dengan penerapan program campuran fame (minyak CPO) ke minyak solar sebesar 20%, dimana solar mewakili 2/3 dari penggunaan seluruh minyak di Indonesia.
"Itu berarti kalau dihitung dari aspek renewable-nya 2/3 dikali 20% jadi 13%," ungkapnya.
Selain itu, Jonan pun mendorong penggunaan mobil listrik untuk mengurangi polusi dan konsumsi BBM. "Kalau tidak ada kendaraan listrik, konsumsi BBM naik lebih cepat. Sekarang 1,2-1,3 juta barel per hari (bph), dalam 10-15 tahun ke depan bisa 2 juta bph," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News