Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keseimbangan primer dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mencetak surplus. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, surplus keseimbangan primer dari awal tahun hingga akhir Februari 2022 sebesar Rp 61,7 triliun. Di periode sama, keseimbangan primer APBN tahun lalu tercatat defisit Rp 22,9 triliun.
Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy menilai, surplus keseimbangan primer APBN ini menjadi sesuatu yang baik. Pasalnya, ini menunjukkan kemampuan penerimaan negara yang bisa mengompensasi pengeluaran pemerintah.
“Penerimaan negara tumbuh relatif tinggi, sehingga bisa mengompensasi nilai belanja yang dilkaukan oleh pemeringah. Meski, di samping itu, belanja negara pada waktu tersebut cenderung menurun,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (3/4).
Seperti yang diketahui, hingga Februari 2022, pemerintah mengantongi pendapatan sebesar Rp 302,4 triliun. Pundi-pundi negara ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 256,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 46,2 triliun.
Baca Juga: Ekonom Ini Perkirakan Keseimbangan Primer APBN Bisa Defisit di kuartal II-2022
Moncernya penerimaan negara ini sebagai imbas peningkatan harga komoditas seperti batubara dan kelapa sawit, serta komoditas ekspor lainnya.
Di sisi lain, belanja negara hingga Februari 2022 tercatat Rp 282,7 triliun atau lebih rendah 0,1% yoy dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 282,9 triliun.
Yusuf melihat, surplus keseimbangan primer ini hanya akan bertahan sementara saja. Ke depan akan ada kemungkinan peningkatan belanja pemerintah sehingga bukan tak mungkin kebutuhan pembiayaan lewat utang akan bertambah.
Bila melihat tren realisasi kebutuhan belanja selama ini, Yusuf memperkirakan, keseimbangan primer akan kembali mencetak defisit pada semester II-2022.
Untuk menjaga agar kemudian defisit keseimbangan primer APBN tak terlalu lebar, maka pemerintah perlu menjaga target penerimaan dan belanja negara untuk bergerak secara berimbang.
“Jadi, kebijakan belanja harus menyesuaikan kebijakan penerimaan. Dengan demikian, target defisit keseimbangan pemerintah bisa dijaga di level akomodatif atau tidak terlalu melebar,” kata Yusuf.
Baca Juga: Penerimaan Masih Moncer, Keseimbangan Primer Surplus Rp 61,7 triliun Per Februari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News