kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kerugian akibat DBD Rp 3,1 triliun


Kamis, 16 Juni 2011 / 08:59 WIB
ILUSTRASI. ILUSTRASI; Paling premium di kelasnya, ini dia harga sepeda Polygon Trid ZZ bikin kantong kempes


Reporter: Riendy Astria | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bukan cuma mengancam jiwa manusia, meluasnya wabah penyakit demam berdarah (DBD) ternyata juga bisa menimbulkan kerugian secara ekonomi cukup besar. Kementerian Kesehatan (Kemnkes) menghitung, tahun lalu total kerugian ekonomi akibat penyakit ini mencapai Rp 3,1 triliun.

Soewarta Kosen, Peneliti yang juga Koordinator Unit Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, mengatakan, sumber kerugian itu bukan dari biaya perawatan saja melainkan juga akibat hilangnya produktivitas si penderita DBD di bidang ekonomi. "Kerugian non medisnya justru lebih besar," katanya, Selasa (14/6).

Ia menyatakan, dari hasil perhitungan Kemenkes, biaya medis pengobatan demam berdarah tahun lalu mencapai Rp 343,06 miliar dari total jumlah penderita DBD yang mencapai 157.370. Adapun kerugian secara ekonomi mencapai Rp 2,8 triliun.

Mirisnya, hanya di bawah 10% dari kerugian tersebut yang menjadi tanggungan pemerintah. Masyarakat menanggung kerugian lebih besar akibat DBD ini.

Menurut Soewarta, untuk meringankan beban pasien DBD, baru beberapa daerah yang menyiapkan rumah sakit secara gratis. Jakarta, Bekasi, Balikpapan, dan Gorontalo, tercatat sebagai daerah yang sudah menyediakan layanan gratis pengobatan DBD.

Melihat dampak itu, sudah sewajarnya pemerintah lebih serius mencegah serangan DBD. Maklum, jumlah kasus DBD setiap tahun terus meningkat. "Kalau tak ditangani maka kerugian akan semakin besar," katanya.

Hingga akhir April 2011, DBD sudah menyebar sampai ke 19 provinsi, dan 165 kabupaten/kota. Total kasus sebanyak 7.514 kasus dengan total kematian di bawah 1%.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga, mengatakan, ada lima provinsi rawan DBD yakni Nangroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu. "Daerah perlu membuat peraturan daerah pencegahan dan pemberantasan DBD," katanya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×