Reporter: Herlina KD | Editor: Umar Idris
JAKARTA. Tak hanya cadangan devisa negara yang merosot, kepemilikan asing pada surat utang negara (SUN) juga ikut terkoreksi. Meski begitu, pemerintah masih yakin pasar surat utang negara masih dalam level aman. Penurunan kepemilikan asing di SUN ditengarai karena investor asing sedang mengamankan dananya saat terjadi ketidakpastian ekonomi global.
Berdasarkan data Bank Indonesia per 30 September 2011, nilai cadangan devisa sebesar US$ 114,5 miliar. Padahal, per akhir Agustus lalu nilai cadangan devisa masih sebesar US$ 124,4 miliar. Artinya, dalam sebulan, nilai cadangan devisa merosot sekitar US$ 10 miliar.
Penurunan nilai cadangan devisa ini rupanya juga diikuti oleh penurunan kepemilikan asing di SUN. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, per 5 Oktober 2011, nilai kepemilikan asing di SUN sebesar Rp 214,10 triliun, turun ketimbang akhir September lalu yang sebesar Rp 218,09 triliun. Di sisi lain, kepemilikan SUN oleh BI pada 5 Oktober 2011 naik menjadi Rp 22,22 triliun, padahal di akhir September masih Rp 17,03 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto mengatakan penurunan kepemilikan asing di SUN ini masih wajar. Bahkan, ia yakin dana asing yang saat ini keluar dari SUN masih akan kembali lagi. "Mereka hanya mau memegang uang tunai (cash) lebih banyak karena khawatir krisis Eropa memburuk dan akan terjadi pengetatan likuiditas," ujar Rakhmat, Jumat (7/10).
Rahmat mengakui BI melakukan intervensi ke pasar dengan membeli SUN di pasar sekunder untuk pengelolaan portofolio asetnya. Namun dampak pembelian SUN oleh BI justru berdampak positif terhadap stabilitas pasar SUN.
Meski arus modal asing terus keluar dari SUN, Rahmat Waluyanto menyatakan hingga saat ini pemerintah masih berpendapat belum ada keperluan bahwa BUMN harus melakukan intervensi melalui bond stabilization framework. Rahmat juga bilang, kondisi ini juga belum membuat pemerintah mengubah rencana penerbilan sukuk global. “Intinya tidak ada pemaksaan penerbitan sukuk global. Semua berdasarkan protokol penerbitan yang hati-hati. Ada parameter untuk menentukan penerbitan. Kami lihat nanti, karena pasar sangat dinamis,” kata Rahmat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News