Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada pertemuan pengurus Ketua Kamar Dagang dan lndustri (KADIN) Indonesia dengan Presiden, 26 Oktober 2017 lalu, Ketua Kadin Rosan Roeslani mengusulkan aturan baru dalam audit pajak, yaitu agar perusahaan yang sudah diaudit auditor tersumpah atau terdaftar untuk tidak perlu Iagi diperiksa oleh auditor pajak.
Soal usul ini, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini Undang-undang (UU) belum memungkinkan untuk pemerintah melakukan hal tersebut. Namun, jalannya masih ada.
Menurut Yustinus, jalannya bisa diambil dari pasal 29 UU KUP yang menyatakan bahwa yang berwenang untuk uji kepatuhan WP adalah Dirjen Pajak. Namun, dalam hal ini Dirjen Pajak sebenarnya punya wewenang untuk hire pihak lain, “Misalnya BPKP dan DJP kerjasama, yang audit BPKP,” ujarnya di Jakarta, Rabu (1/11)
Hal ini juga bisa didukung dengan prinsip UU pajak yang mengikuti standar akuntansi keuangan kecuali diatur lain. Poin ini menurutnya menarik karena standar keuangan bisa diharmonisasikan dengan prinsip perpajakan.
Adapun pada pasal 17 C UU KUP menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak bisa melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP yang memenuhi persyaratan tertentu.
Kriteria tertentu tersebut salah satunya tidak mempunyai tunggakan pajak dan laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.
“WP yang sudah patuh kan hanya diteliti dalam hal ini. Tidak diperiksa, tetapi WP yang masuk klasifikasi patuh sedikit, sehingga harus ada standarnya. Jangan malah tidak diberikan. Apresiasi ini penting,” terangnya.
Ia memberi contoh, di Jepang, akuntan publiknya di-hire oleh pemerintah dan dibayar oleh negara pada masa SPT. Hal ini bisa dicontoh oleh Indonesia mengingat jumlah pemeriksa pajak tidak memadai, yaitu tidak sampai 10 ribu pemeriksa.
Sementara WP terdaftar ada 32 juta dengan kepatuhan yang rendah. Dengan kolaborasi ini, tugas fiskus akan semakin ringan.
“Di Jepang ada 64 ribu pegawai pajak, 75 ribu konsultannya. Di Indonesia, pegawai pajak 40 ribu, konsultan 4.900,” kata dia.
Oleh karena itu, seharusnya kebijakan ini mungkin apabila melihat kebutuhan karena pemeriksa yang belum memadai ini.
“Tapi yang paling mungkin adalah UU KUP dan PPh nantinya ini dimungkinkan sejauh mana akuntan publik bisa bantu, atau setidaknya yang punya laporan akuntan publik posisinya dibedakan dengan yang tidak audit,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News