Reporter: Bidara Pink, Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak di pasar global semakin menanjak akibat krisis pasokan energi. Alhasil sebagai negara importir minyak, ekonomi Indonesia bisa kena dampak.
Harga minyak jenis Brent pada Rabu (20/10) pukul 17.50 di level US$ 84,2 per barel, turun 1,03% dari penutupan harga Selasa. Namun, harga sebesar US$ 83,18 per barel pada Rabu (13/10) ini menguat 1,22% dalam sepekan.
Bahkan pada Selasa (19/20) lalu, harga minyak jenis Brent mencapai US$ 85,08 per barel yang merupakan yang tertinggi selama tujuh tahun terakhir.
Sementara, Indonesia Crude Price (ICP) untuk bulan September 2021 sebesar US$ 72,2 per barel yang ditetapkan pada awal Oktober ini. Pada bulan lalu, rata-rata harga minyak jenis Brent sebesar US$ 75,7 per barel. Tren kenaikan pada Oktober, tentu akan mengerek ICP, sebagai acuan penerimaan November 2021.
Baca Juga: Harga minyak bergejolak, berikut dampaknya terhadap APBN
Kepala Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho mengatakan, dari sisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), kenaikan harga minyak bakal berdampak terhadap penerimaan negara dan subsidi energi.
Penerimaan pajak minyak dan gas (migas) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas bakal naik lantaran asumsi ICP dalam APBN 2021 hanya US$ 45 per barel.
Agar kenaikan harga minyak tak menambah defisit APBN pemerintah tak perlu menambah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Apalagi saat ini di Jawa porsi BBM premium sudah sedikit sekali, sudah pindah ke pertalite," katanya, Rabu (20/10).
Berdasarkan sensitivitas APBN 2021 terhadap perubahan asumsi makro, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 per barel akan memberikan tambahan penerimaan negara sekitar Rp 3,7 triliun hingga Rp 4,5 triliun. Belanja negara juga akan bertambah Rp 3,1 triliun hingga Rp 3,6 triliun.
Baca Juga: Harga komoditas ini pengaruhi neraca dagang pada September 2021