Reporter: Fahriyadi |
JAKARTA. Komite Ekonomi Nasional (KEN) menegaskan bahwa struktur sektor komoditas pangan perlu dibenahi. Sebab, telah terjadi oligopoli di pasar komoditas pangan dalam beberapa tahun terakhir.
Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN), Hermanto Siregar mengungkapkan, hasil kajian KEN telah menunjukkan bahwa hampir seluruh komoditi pangan bersifat oligopoli. Oligopoli adalah struktur pasar yang dikuasai oleh beberapa kelompok.
Selain daging sapi, produk pangan yang sudah dikuasai kelompok tertentu adalah kedelai, gula, dan beras.
"Pertanyaan yang muncul, Kenapa bisa oligopoli?. Karena kebutuhan pangan kita kurang sehingga diperlukan impor. Upaya impor ini yang dimanfaatkan segelintir pihak untuk melakukan permainan yang mempengaruhi harga," ujar Hermanto kepada Kontan, Kamis (31/1).
Menurut dia, sebenarnya tanpa dipermainkan pun harga komoditas pangan akan cenderung naik dari waktu ke waktu. Guru Besar Fakultas Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan, jumlah produsen yang kurang menjadi biang keladinya.
"Faktanya hampir di tiap komoditas, minimal sepertiganya dipenuhi dari impor. Ini menimbulkan peluang bagi oknum yang ingin agar oligopoli yang berpotensi terjadinya kartel ini terus berlangsung," katanya.
Sekedar informasi, temuan KEN menyebutkan bahwa dua pertiga dari pendapatan penduduk Indonesia dihabiskan untuk membeli produk pangan. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya harga pangan selalu stabil sehingga bisa dijangkau masyarakat. Sayang, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya.
Selain produksi terbatas yang menjadi pekerjaan rumah, sistem distribusi yang tak berjalan baik akibat ulah oknum pelaku impor yang oligopolisentris ini memperparah keadaan.
Dengan terjadinya oligopoli, berarti pelaku usaha pangan bukan hanya sedikit, tapi di antara pelaku usaha tersebut sudah ada kesepakatan untuk memainkan harga dan stok barang. "Ini yang perlu ditelusuri oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)," kata Hermanto.
Hermanto bilang jika KPPU bisa membuktikan, maka oligopoli bisa menjadi sebuah kartel.
Untuk itu, ia menyarankan kepada Kementerian teknis yang mengurusi pangan agar jangan memikirkan distribusinya saja tapi juga produksinya.
"Jangka panjang harus dibenahi basis produksinya. Sedangkan jangka pendek jika harus impor, maka harus dilakukan transparan sehingga tak ada kecurigaan ada permainan antara importir dengan pemberi izin impor," katanya.
Solusinya yang paling efektif menurut KEN adalah pemerintah melakukan beauty contest importir secara transparan dan adil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News