Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memberlakukan harga jual batubara dalam negeri domestik atau domestic market obligation (DMO) terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik mulai 12 Maret 2018.
Aturan ini menetapkan jual harga batubara DMO sebesar US$ 70 per metrik ton untuk kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan pembangkit swasta.
Namun demikian, di balik kebijakan ini, pemerintah harus menanggung risiko penurunan pendapatan negara. Pertama, dari penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kedua, dari pajak pendapatan dan royalti dari perusahaan batubara. Ketiga, laba perusahaan tambang batu bara yang turun berpotensi mengurangi insentif investasi di sektor batubara.
Dari sisi pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) melihat, nantinya kebijakan ini ada dampak utamanya ke pajak penghasilan.
“Baik dari sisi perusahaan produsen batubara yang menjual dan dari sisi PLN,” kata Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal kepada Kontan.co.id, Senin (19/3).
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani mengatakan, potensi penerimaan pajak akan berkurang sekitar Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun. Adapun, PNBP yang akan berkurang adalah Rp 4 triliun hingga Rp 5 triliun.
Askolani bilang, adanya kekurangan ini nantinya akan dihitung secara keseluruhan dalam realisasi penerimaan dan belanja di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kehilangan penerimaannya tidak perlu ditutupi, kami hitung secara keseluruhan,” kata dia kepada Kontan.co.id.
Menurut Askolani, kekurangan dari penerimaan itu diperkirakan akan tertutup oleh royalti ekspor dari perusahaan batubara yang diperkirakan akan naik seiring dengan naiknya harga komoditas.
“Secara keseluruhan penerimaan minerba juga diperkirakan tetap dapat tinggi mencapai targetnya di APBN,” ujar Askolani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News