Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah menyiapkan insentif tambahan terkait pengelolaan sampah di tingkat daerah mulai tahun ini. Insentif tersebut ialah Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS) yang dipatok sebesar Rp 26,91 miliar di 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, insentif tersebut merupakan salah satu jenis alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik yang berada di bawah kelolaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).
"Tujuannya untuk mendukung daerah yang mengalami darurat sampah. Pengalokasiannya kepada daerah dengan mempertimbangkan berapa produksi sampah dan memperhatikan komitmen pemerintah daerah dalam menangani sampah melalui APBD-nya sendiri," ujar Sri Mulyani, Kamis lalu (21/2).
Bantuan pemerintah pusat dalam bentuk BLPS tersebut diberikan atas mandat dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Di dalam aturan tersebut, pemerintah daerah (pemda) bisa menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMN, atau swasta untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan nantinya akan mendapatkan bantuan BLPS.
Sri Mulyani mengatakan, besaran maksimal bantuan BLPS dari APBN ialah Rp 500.000 per ton sampah untuk setiap daerah. Adapun, alokasi dana bantuan BLPS ini mesti terlebih dahulu diusulkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan (KLHK) kepada Kemkeu.
"Jadi, Kemkeu yang punya dananya, tapi yang menentukan daerah mana saja yang mendapatkan BLPS itu KLHK, buka tutup kerannya ada di KLHK," terang Sri Mulyani.
Alurnya, pemda mengusulkan kebutuhan dana bantuan BLPS yang kemudian akan diverifikasi oleh KLHK terkait kesiapan pemda melaksanakan program waste to energy melalui pembangunan PLTSa.
Selanjutnya, KLHK menyampaikan usulan indikasi kebutuhan BLPS kepada Kemkeu. DJPK kemudian menyiapkan dana tersebut dan menyalurkannya ke masing-masing daerah. Di sisi lain, Ditjen Anggaran Kemkeu menyiapkan anggaran dan menyalurkan subsidi kepada PLN.
PLN nantinya akan mendapat penugasan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membeli listrik dari PLTSa dengan membuat perjanjian jual beli listrik (PJBL).
Terkait harga jual beli, pemerintah akan menetapkan formula dan harga jual beli yang dipakai untuk dasar PJBL antara PLN dan pengembang PLTSa.
"Sebelumnya, jual beli listrik sampah memakai skema feed in tariff dimana tarif ditetapkan sampai US$ 17 - 18 sen per kilo Watt Hour (KWh). Padahal harga jual PLN untuk golongan tertentu sangat jauh di bawah US$ 17 sen," urai Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam keterangan resmi, Sabtu (23/2),
Sesuai dengan Perpres Nomor 35 Tahun 2018, nantinya penetapan nilai keekonomian bisa di bawah US$ 17 sen, atau sekitar US$ 13 sen per KWh. Dengan syarat penambahan tapping fee harus disediakan oleh pemda sesuai dengan kemampuan finansial setiap daerah. Sisa kekurangan tapping fee inilah yang nantinya akan dibayar oleh pemerintah pusat.
Dalam periode 2019-2022, Arcandra mengatakan akan ada 12 PLTSa yang beroperasi di 12 wilayah di Indonesia dengan waktu operasional yang berbeda-beda. Rencananya, keduabelas pembangkit tersebut akan mampu menghasilkan listrik hingga 234 Megawatt (MW) dari sekitar 16.000 ton sampah setiap hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News