kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Kemenangan DJP di Pengadilan Cenderung Rendah, Ternyata Ini Alasannya!


Rabu, 06 Maret 2024 / 19:02 WIB
Kemenangan DJP di Pengadilan Cenderung Rendah, Ternyata Ini Alasannya!
ILUSTRASI. DJP sering kalah dalam persidangan


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Tingkat kemenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam sengketa atau banding di Pengadilan Pajak pada tahun 2023 ternyata lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Berdasarkan Laporan Kinerja DJP 2023, dari total 14.001 putusan banding dan gugatan terkait pajak sepanjang 2023, tingkat kemenangan wajib pajak di Pengadilan Pajak mencapai 58,86%, sedangkan tingkat kemenangan Ditjen Pajak (DJP) hanya sebesar 41,14%.

"Pada tahun 2020, 2021 dan 2022 terdapat peningkatan realisasi dengan angka masing-masing tahun sebesar 43,10%, 43,25%, dan 44,80%. Akan tetapi pada tahun 2023 mengalami penurunan realisasi menjadi 41,14%," bunyi Laporan Kinerja DJP 2023, dikutip Rabu (6/3).

Menanggapi hal tersebut, Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengakui bahwa selama ini DJP memang lebih banyak kalah di Pengadilan Pajak. Penyebabnya adalah kualitas koreksi pemeriksaan yang kurang maksimal.

Baca Juga: Tingkat Kemenangan Otoritas Pajak di Pengadilan Turun Menjadi 41% di 2023

"Sebenarnya bukan turun tapi memang selama ini DJP lebih banyak kalah dibandingkan menang di Pengadilan Pajak. Penyebabnya karena kelemahan proses pemeriksaan," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3).

Menurutnya, pemeriksa pajak masih banyak yang tidak memperhatikan standar pemeriksaan yang diatur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013 dan perubahannya.

"Sehingga saat diajukan banding ke Pengadilan Pajak, banyak yang kalah formal (salah penerapan aturan), atau kalah materi karena hakim menganggap tidak cukup bukti untuk dilakukan koreksi fiskal," katanya.

Sementara, tidak cukup bukti umumnya terjadi lantaran pengujian yang dilakukan pemeriksa pajak tidak sesuai dengan teknik pemeriksaan yang diatur dalam Standar Pemeriksaan sesuai Peraturan Dirjen Pajak No PER-23/PJ/2013.

Hanya saja, mantan pegawai DJP tersebut menyampaikan bahwa penerimaan yang dihasilkan dari kasus-kasus yang naik ke pengadilan pajak sebenarnya kecil dan tidak signifikan. Apalagi, tax audit rationya hanya sekitar 1% dan sulit meningkat.

"Kalau rasio jumlah Wajib Pajak yang diperiksa (tax audit ratio) itu dulu pekerjaan saya waktu di Kantor Pusat. Dan angkanya sampai tahun 2022 saya lihat hampir tidak naik," katanya.

"Zaman saya masih 0,8% (TAR) dan terakhir saya lihat sekitar 1% saja. Itu pun dibantu dengan hasil pemeriksaan oleh AR. Jadi, dampak ke penerimaan nasional kecil," jelas Raden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×