kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kembangkan pasar rempah, Indonesia bisa manfaatkan perjanjian dagang


Kamis, 25 Juni 2020 / 17:12 WIB
Kembangkan pasar rempah, Indonesia bisa manfaatkan perjanjian dagang
ILUSTRASI. Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah berupaya mendorong ekspor rempah Indonesia.


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah berupaya mendorong ekspor rempah Indonesia. Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan  Olvy Andrianita menyebut Indonesia bisa memanfaatkan perjanjian dagang untuk meningkatkan pasar ekspor rempah Indonesia.

Menurut Olvy, Indonesia sudah melakukan berbagai perjanjian kerjasama di bidang berpedagangan seperti free trade agreement (FTA), Comprehensive Economic Partnership Agreement hingga Preferential Trade Agreement (PTA).

"Misalnya Mozambik dan Australia. Ini perlu kita sikapi karena pasarnya sudah terbuka, Sudah ada perjanjian sehingga lebih mudah bagi kita untuk memasuki pasar-pasar negara tersebut," ujar Olvy, Kamis (25/6).

Olvy menerangkan, hingga 2019 beberapa negara tujuan ekspor rempah tepilih yang merupakan pasar tradisional adalah Amerika Serikat dengan kontribusi 22,48%, India 15,54%, Vietnam 14,03%, China 7,32%, hingga Belanda 4,94%.

Baca Juga: Kemendag ingin ekspor komoditi TPT bertahan setelah terimbas pandemi Covid-19

Ada juga yang menjadi pasar-pasar non tradisional yang pada periode 2015-2019 memiliki kontribusi yang cukup besar seperti Arab Saudi 11,49%, Uni Emirat Arab sebesar 37,06%, Pakistan sebesar 6,32%, Kanda 23,63% dan Thailand sebesar 6,69%.

"Saya kira negara-negara lain yang juga memiliki potensi yang besar seperti Eropa Timur. Negara pecahan dari Bosnis juga bisa kita kembangkan termasuk Rusia di dalamnya," tambah Olvy.

Lebih lanjut, Olvy mengatakan, untuk menguatkan ekspor rempah Indonesia, yang diperlukan tidak hanya diversifikasi dan pengembangan pasar ekspor. Menurutnya, dibutuhkan pula peningkatan food safety dan protokol kesehatan dalam memproduksi lada.

"Kalau untuk makanan dan minuman,food safety nomor satu, bagaimana kita menjaga food safety sehingga kalau ada hambatan bisa segera kita selesaikan. Ini menjadi kunci bagaimana menjaga tracesibility dari hulu sampai hilir," kata Olvy.

Selanjutnya, adanya peningkatan daya saing produk lada melalui sertifikasi indikasi geografis (IG), sertifikasi halal dan sertifikasi organik.

Lalu, dibutuhkan juga peningkatan penguatan jejaring perwakilan luar negeri untuk pencarian buyers potensial, penyusunan makre intelligence, promosi global. Selanjutnya memandaatkan atau mengoptimalkan sistem resi gudang.

Lebih lanjut, Olvy mengatakan Indonesia memang tenagh mendorong ekspor produk rempah prioritas. Meski begitu, dia mengatakan komoditas lain harus terus dikembangkan sehingga ekspor rempah Indoensia bisa terus meningkat.

Adapun, ekspor rempah Indonesia pada Januari-April 2020 tercatat sebesar US$ 218,69 juta atau tumbuh 19,28% dari periode yang sama tahun lalu. Sepanjang 2019, ekspor rempah Indonesia juga tumbuh 2,84% menjadi US$ 643,42 juta.

Hanya saja, tren ekspor rempah Indoensia periode 2015-2019 justru menurun sebesar 7,90%. Bila dilihat, komoditas rempah yang mengalami pertumbuhan negatif selama 5 tahun tersebut adalah lada piper (utuh) yakni negatif 30,80%, bubuk pala negatif 2,29%, lada pimenta negatif 25,52%, mace bubuk negarif 0,28% dan bubuk lada piper yang negatif 27,27%.

Namun, produk lainnya mengalami pertumbuhan yang psotifi seperti Cengkeh, pala, bubuk kayumanis, mace, vanilla, kayumanis (utuh), kayumanis lainnya, kapulag dan lainnya.

Baca Juga: BSN dorong UMKM tembus pasar ke Australia menyambut IA-CEPA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×