Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan hingga akhir September 2015 mengungkapkan perkiraan sementara kekurangan penerimaan pajak di tahun anggaran 2015, sebesar Rp 112,5 triliun atau 8,7% dari target yang mencapai Rp 1.294 triliun.
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis, Dirjen Pajak Sigit Pramudito mengatakan sulitnya mencapai target pajak di 2015 karena penguatan kelembagaan yang banyak tertunda, dan beberapa kebijakan optimalisasi pajak yang dibatalkan.
Misalnya, ujar Sigit, pendirian sejumlah kantor wilayah DJP, yang meleset dari rencana di Juli 2015, mengurangi potensi penerimaan pajak.
Di sisi kebijakan, batalnya pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa jalan tol, dan penyerahan bukti potong pajak atas bunga deposito, ujar Sigit, juga mengganggu penerimaan pajak.
"Ketika APBN-P 2015 terlambat disahkan, Semua kebijakan saya juga terlambat semua," ujarnya.
Sigit mengestimasi jika tidak ada penundaan terhadap semua kebijakan Ditjen Pajak, seperti PPN jasa tol, pajak bukti potong bunga deposito, ditambah perubahan tarif bea materai, penerimaan pajak bisa saja bertambah sekitar Rp 152 triliun.
Namun, menurut Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun, kekurangan penerimaan pajak bisa lebih besar dari estimasi Ditjen Pajak.
Dia menilai, Ditjen Pajak seharusnya bisa lebih cepat melakukan konsolidasi internal. Selain itu, kenaikan remunerasi pegawai Ditjen Pajak yang disetujui di 2015, seharusnya bisa memacu kinerja aparatur pajak untuk lebih berdaya menggenjot penerimaan.
"Tapi saya pikir ini juga karena target yang tidak realistis, Maka dari itu, realisasi harus jadi gambaran untuk menyusun target pajak tahun depan," ucapnya.
Adapun, realisasi penerimaan pajak hingga akhir September 2015 adalah Rp 686,2 triliun atau 53,02% dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,2 triliun.
Realisasi itu terdiri dari PPh non migas Rp 357,7 triliun atau 56,80% dari target, PPN dan PPnBM Rp271,7 triliun atau 47,13%, PBB Rp 13,2 triliun atau 49,57%, pajak lainnya Rp 3,8 triliun atau Rp 32,80%, dan PPh Migas Rp 39,7 triliun atau 80,2%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News