Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penyelidikan internal terhadap dugaan adanya praktik main mata antara jaksa dengan Rumah Sakit (RS) Omni International, Tangerang belum kelar. Kejaksaan Agung kembali mengusut jaksa yang menangani perkara Prita Mulyasari.
Rencana pemeriksaan jaksa ini muncul setelah Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan terdakwa Prita pada Kamis (25/6) lalu. Majelis hakim menganggap dakwaan jaksa tidak bisa diterima karena menggunakan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang belum berlaku efektif.
Kejaksaan Agung beranggapan, putusan bebas ini menandakan ada kesalahan dalam proses penyidikan dugaan pencemaran nama baik RS Omni International. Karena itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji akan menjadikan putusan bebas ini sebagai pertimbangannya dalam mengusut masalah internal itu. "(Putusan ini) akan dijadikan pertimbangan untuk menentukan sanksi," katanya, Minggu (29/6).
Setelah menerima salinan putusan sela itu, Hendarman berjanji akan mengirimkannya ke bidang pengawasan. Dia juga akan meminta saran dan pertimbangan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga.
Selanjutnya, Kejaksaan juga akan segera menentukan sikap, apakah akan melakukan perlawanan alias verzet atau tidak dalam perkara pencemaran nama baik RS Omni International, Tangerang ini. "Kami akan memutuskan setelah hasil evaluasi keluar," ucapnya.
Hendarman menegaskan, jaksa yang terbukti melanggar dan menerjang aturan pasti akan mendapatkan hukuman. "Saya tidak mau mereka yang melanggar aturan dibebaskan, jaksa harus diperiksa derajat kesalahannya," katanya.
Ancaman hukuman bagi jaksa ini bisa bermacam-macam. Bisa berupa teguran hingga yang paling berat adalah pemecatan.
Sebelumnya santer terdengar ada dugaan praktik main mata antara jaksa dengan RS Omni International, Tangerang. Dugaan ini muncul karena Kejaksaan Negeri Tangerang mengembalikan berkas penyidikan Prita ke polisi.
Jaksa meminta polisi menjerat Prita dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Akibat penggunaan undang-undang ini, Prita yang terjerat karena mengeluhkan pelayanan RS Omni lewat surat elektronik harus menjalani tahanan. Padahal, sebelumnya, polisi hanya menjerat Prita dengan pasal ringan.
Dugaan main mata ini semakin kuat ketika RS Omni International memberikan pelayanan gratis kepada jaksa. Namun, Kejaksaan Agung menganggap pelayanan gratis itu tidak termasuk gratifikasi atau kesalahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News