kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kebijakan yang Berubah-ubah Terkait Minyak Goreng Sulitkan Pelaku Usaha


Selasa, 18 Oktober 2022 / 16:31 WIB
Kebijakan yang Berubah-ubah Terkait Minyak Goreng Sulitkan Pelaku Usaha
ILUSTRASI. Warga?memilih minyak goreng kemasan pada gerai ritel modern di Gading Serpong, Tangerang.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino mengatakan kebijakan pemerintah yang berubah-ubah soal minyak goreng merugikan banyak pihak, terutama pelaku usaha.

Hal itu dikatakan Sadino merujuk pada keterangan Analis Perdagangan Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Wijayanto.

Indra dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengurusan izin ekspor CPO yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengatakan, Kemendag berada dalam dilema menyikapi kenaikan harga kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

Baca Juga: Sidang Perdana Dugaan Kartel Minyak Goreng Digelar Senin (17/10)

Di satu sisi, Indonesia diuntungkan karena nilai ekspor naik, tetapi di sisi lain harga minyak goreng (migor) di dalam negeri ikut melambung.

Sadino dalam keterangannya mengatakan, pelaku usaha perlu waktu dan strategi untuk melaksanakan kebijakan baru yang ditetapkan. 

Dengan adanya kebijakan yang berubah-ubah, dari pertama penerapan Domestic Market Obligation (DMO) sawit dan domestic price obligation (DPO) kemudian melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan kemudian diubah kembali menjadi melarang ekspor CPO dan seluruh produk turunannya.

"Jelas ini mencerminkan adanya ketidakpastian hukum kepada para pelaku usaha,” kata Sadino dalam siaran pers, Selasa, (18/10).

Selain itu, penetapan Peraturan Kemendag soal Harga Eceran Tertinggi (HET) sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. 

Baca Juga: Program BLT Masuk Kerugian Keuangan Negara, Ini kata Pakar Hukum

Menurutnya, penetapan HET minyak goreng Rp 14.000 per liter, tidak mengikuti harga minyak sawit mentah internasional (Crude Palm Oil/CPO) yang sudah naik.  

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menyatakan, di tengah ketidakpastian global yang tinggi, ancaman resesi, pemerintah perlu memberlakukan regulasi pro ekspor komoditas yang mendukung kepastian dalam berusaha.

Apalagi, lanjutnya, Indonesia diuntungkan dengan kenaikan harga komoditas global sehingga menambah pendapatan negara. Tauhid masih menyakini bahwa CPO atau minyak sawit masih menjadi komoditas yang menyumbangkan pundi-pundi besar terhadap devisa negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×