kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kata LBH tentang putusan MA soal Aetra dan Palyja


Rabu, 11 Oktober 2017 / 14:58 WIB
Kata LBH tentang putusan MA soal Aetra dan Palyja


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengapresiasi putusan Mahkamah Agung atas perkara swastanisasi air di Jakarta. Menurutnya, putusan MA bisa menjadi terobosan hukum dalam penegakkan HAM di Tanah Air.

Perwakilan LBH Jakarta Matthew Lenggu mengatakan, meski pihaknya masih mempelajari pertimbangan majelis hakim agung atas perkara ini, tapi, putusan patut diapresiasi.

Kepada Kontan.co.id, dia mengatakan, putusan swastanisasi air yang melibatkan pemerintah Indonesia, PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) ini MA tidak hanya mempertimbangkan dengan dasar hukum UU dan Perda saja. Tapi, juga mempertimbangkan secara HAM berdasarkan putusan PBB.

"Menurut kami, putusan MA merupakan terobosan hukum dalam penegakkan HAM," tuturnya, Rabu (11/10). Sebab, berdasarkan gugatan dari masyarakat yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KKMMSAJ) ini berbicara atas akses air.

"Terbukti secara hukum, kalau kerjasama swastanisasi air ini masyarakat tidak mendapatkan akses air yang baik, padahal sudah bayar mahal," tambahnya. Adapun dalam hal ini LBH Jakarta mewakili KKMMSAJ mulai dari gugatan pengadilan hingga kasasi.

Matthew pun menjelaskan, putusan MA ini bisa berdampak bagi operator air swasta. Terutama kepada pemerintah tidak boleh mengalihkan akses air kepada pihak swasta. Sehingga pemerintah daerah seharusnya lebih berhati-hati dalam memutuskan pengelolaan airnya dipindah kewenangan ke swasta.

Berdasarkan putusan MA, Aetra bersama dengan PT PAM Lyonnaise Jaya diharuskan menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI dan megembalikan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sehingga dapat melaksanakan Pengelolaan Air Minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005 juncto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 Hak Atas Air Komite Persatuan Bangsa-Bangsa Untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Sekadar tahu saja, dalam salinan putusan kasasi MA yang dikutip KONTAN, Rabu (11/10) menyatakan, PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta telah merugikan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta terkait swastanisasi air di Ibu Kota. Kasasi yang diajukan oleh masyarakat Jakarta yang bergabung Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KKMMSAJ) itu akhirnya diterima oleh MA pada April lalu.

Bertindak sebagai ketua majelis Nurul Elmiah mennyatakan, para tergugat (Aertra dan PAM) telah melakukan perbuatan melawan hukum Sebab, menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta dalam wujud Pembuatan Perjanjian Kerjasama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997 yang diperbaharui dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) tanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini.

Dalam pertimbangannya, terdapat bukti dan fakta hukum ternyata perjanjian kerjasama swastanisasi air Jakarta telah melanggar Perda No. 13/1992. Bahkan Nurul menilai, perjanjian kerjasama tersebut membuat pelayanan dan pengelolaan air bersih dan air minum warga Jakarta tidak meningkat dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

Atas hal tersebut pun membuat PAM Jaya kehilangan kewenangan pengelolaan air minum karena dialihkan kepada swasta. Adapun hal tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan sekaligus menganulir putusan Pengadilan Tinggi.

Nurul juga menyampaikan, majelis hakim pada Pengadilan Tinggi telah salah dalam menerapkan hukum dalam menilai kedudukan hukum para pemohon kasasi. "Mengadili, mengabulkan gugatan Para Penggugat sebagian, dan menyatakan Para Tergugat lalai dalam memberikan pemenuhan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia atas air terhadap warga negaranya, khususnya masyarakat DKI Jakarta," tulisnya dalam amar putusan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×