kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus baru terus bertambah, pemerintah diminta evaluasi penanganan covid-19


Minggu, 31 Januari 2021 / 08:51 WIB
Kasus baru terus bertambah, pemerintah diminta evaluasi penanganan covid-19
ILUSTRASI. Kasus baru corona di Indonesia belum terlihat tanda-tanda bakal mereda.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus baru corona di Indonesia belum terlihat tanda-tanda bakal mereda. Sebaliknya, penambahan kasus baru corona semakin tinggi.

Melansir laman Covid19.go.id, hingga Sabtu (30/1) ada tambahan 14.518 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia. Penambahan kasus ini merupakan rekor tertinggi sehingga total menjadi 1.066.313 kasus positif corona.

Ekonom Universitas Surakarta, Agus Trihatmoko mengatakan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali sebenarnya dimaksudkan meredam pandemi. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya belum sesuai harapan dari regulasi tersebut. Hal ini karena kesadaran masyarakat karena situasional tampaknya agak sulit dan pengetatan aturannya sendiri di masing-masing daerah kurang optimal.

“Mengejar pertumbuhan ekonomi adalah keniscayaan, tetapi perlu diutamakan terlebih dahulu keselamatan masyarakat dari pandemi saat ini. Sebuah kebijakan tegas masih perlu diambil pemerintah selain vaksinasi, agar laju pandemi terkendali atau berkurang. Setelah itu ekonomi baru dapat digenjot untuk pemulihannya," kata Agus, Minggu (31/1).

Baca Juga: Update corona global 31 Januari 2021: 103 juta kasus, 2,2 juta orang meninggal

Agus menilai, saat ini belum ada kepastian kapan situasi benar-benar dipandang normal kembali (new normal). Padahal, sektor industri barang dan jasa sekunder masih akan menunggu hal tersebut sebelum mulai meningkatkan investasi dan produktivitasnya.

"Karena itu konsumen pada umumnya sedang mengendalikan diri dalam membeli produk-produk semacam itu. Kondisi ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara mitra perdagangan Indonesia," ujar dia.

Agus menilai, adanya ketidakpastian berdampak secara makro nasional ataupun global. Hal ini mulai terlihat pada industri-industri besar yang mulai kesulitan keuangannya atau ekonomi mikronya.

Misalnya di Indonesia, beberapa gejala mulai terlihat yaitu merger bank syariah, pendirian lembaga investasi oleh pemerintah, pembentukan holding beberapa BUMN, serta lanjutan bergulirnya peluncuran surat utang negara dan hal lainnya.

Baca Juga: Per Sabtu (30/1): Rekor kasus baru Corona RI tambah 14.518 sehingga total 1.066.313

“Sayangnya, kebijakan manajemen seperti hanya memindahkan masalah sementara saja. Nampaknya pemerintah masih menggunakan cara lama dalam mengatasi masalah keuangan dari contoh di atas. Belum ada niat mencari jalan lain, seperti telah saya sebutkan yaitu bagaimana menerapkan ekonomi murakabi," ungkap dia.

Lebih lanjut Agus mengatakan, pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 masih tergantung pada pengeluaran biaya dan juga biaya modal APBN dan APBD. "Tetapi, sudah menjadi konsekuensi pada penambahan/pembengkakan utang negara yang sudah mencapai 40% an dari rerata PDB," terang dia.

Berikutnya, kontributor PDB yang tinggi pada setiap tahunnya yaitu produksi dan konsumsi utamanya adalah dari UMKM dan industri barang konsumtif (fast moving consumer goods). Hal itu mencakup produk-produk kebutuhan primer, seperti sektor energi, telekomunikasi, pertanian dan perkebunan, kelautan dan peternakan.

"Jika sektoral tersebut produktif, minimal mengurangi impor. Sehingga ini menjadi peluang besar, hingga ekspor. Tetapi perlu ada prioritas pengamanan/batasan ketat dalam operasional pekerjanya. Perlu bantuan pemerintah baik masalah keuangan ‘jika diperlukan’ maupun infrastruktur terkait prioritas vaksinasi dan pengendalian pandemi," jelas dia.

Baca Juga: Anggota DPR usulkan kebijakan Lockdown Akhir Pekan

Agus mengatakan, sektor primer memang fundamental untuk menjaga ketahanan ekonomi kelas bawah di saat ketidakpastian seperti saat ini. Masih banyak sumber-sumber ekonomi kecil/sepele tetapi secara akumulasi bernilai besar yang perlu menjadi perhatian untuk ditelaah oleh pemerintah.

Terakhir, yang sangat penting adalah jajaran pemerintahan dari tingkat Kementerian sampai Daerah dan Desa-desa mulai membangun kesadaran dan memastikan setiap program dijalankan dengan bersih (good governance). "Dalam situasi sulit seperti sekarang, Indonesia saatnya bebas dari jahilnya oknum korup," tutur Agus.

Baca Juga: Taiwan melaporkan kematian Covid-19 pertama dalam 8 bulan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×