Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mandiri Sekuritas memperkirakan akan ada tambahan uang beredar hingga Rp 270,3 triliun untuk belanja pemilihan umum (pemilu). Sebanyak 90% dana tersebut akan berputar pada semester II 2023.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, tambahan uang beredar untuk belanja pemilu itu tidak akan terlalu signifikan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi terutama konsumsi, jika kampanye politik rerata dilakukan melalui sosial media.
Sebab, kata Yusuf, jika melihat tren sebelumnya, kebanyakan kampanye dilakukan melalui sosial media.
“Jadi jika tren ini kemudian berlanjut pada tahun ini dan di tahun politik 2024 nanti maka dampak yang diberikan dari uang beredar tidak akan sebesar ketika misalnya kampanye dilakukan dengan cara luring,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Kamis (12/1).
Baca Juga: Belanja Pemilu Bakal Dorong Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga 2023
Sebaliknya, jika jika ternyata kampanye dilakukan dengan secara langsung seperti mengadakan konser rakyat, kemudian mengundang masyarakat dengan membagikan kaos, makanan dan minuman kepada masyarakat, maka efek pengganda pada ekonomi akan menjadi lebih besar.
Sebagai gambaran, jika dilihat secara historis, kampanye politik yang konvensional, bisa menyumbang ke konsumsi rumah tangga sebesar 2% hingga 3%. Namun, jika kampanye dilakukan dengan menggunakan cara baru yakni di sosial media hanya akan menyumbang 1% hingga 1,5%.
“Sementara itu, terkait dampaknya ke pertumbuhan ekonomi, sebenarnya akan bias melihatnya karena, kita tahu pertumbuhan ekonomi mencakup komponen yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kampanye politik misalnya ekspor dan impor,” kata Yusuf.
Lebih lanjut, jika dilihat efek uang beredar tersebut ke inflasi, Yusuf memandang dampaknya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan supply atau demand suatu barang atau produk jasa yang diproduksi untuk kampanye.
Menurutnya, secara historis kampanye politik konvensional memang pernah menyumbang inflasi tambahan sebesar 0,50%, namun jika dilakukan dengan pola sosial media hanya akan menyumbang inflasi di kisaran 0,30%.
Sementara inflasi secara historis pernah mencapai tambahan 0,50%, namun dengan pola media sosial di kisaran 0,30%.
Baca Juga: Belanja Pemilu Tahun 2024 Diproyeksi Lebih Tinggi dari Sebelumnya, Ini Pemicunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News