Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia sebesar US$6,2 miliar di tahun 2021. Defisit tersebut naik 189,71% dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski defisit neraca dagang dengan Australia naik, pelaku usaha memastikan hal itu tak disebabkan mulai berjalannya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komperhensif Indonesia Australia (IA CEPA).
"Defisit Indonesia dengan Australia sudah terjadi dan melebar jauh sebelum IA CEPA selesai. Jadi defisit ini tidak ada sangkut pautnya dengan IA CEPA," ujar Koordinator Wakil Ketua Umum (WKU) III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kadin, Shinta W. Kamdani saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/1).
Shinta bilang, defisit neraca dagang Indonesia dengan Australia berasal dari besarnya impor minyak dan gas (migas). Impor migas Indonesia dari Australia telah menunjukkan peningkatan sejak tahun 2012 sebelum dimulainya pembahasan IA-CEPA.
Baca Juga: Mendag Lutfi Sebut Ada 4 Tantangan Perdagangan ke Depan, Apa Itu?
Kehadiran IA-CEPA justru dinilai memberikan manfaat bagi Indonesia. Ekspor Indonesia pada tahun 2021 ke Australia meningkat 28,62% menjadi US$3,22 miliar.
"Pasca IA-CEPA diratifikasi ekspor kita ke Australia jadi lebih tinggi dibandingkan tahun sebelum ratifikasi, khususnya untuk produk bernilai tambah dan produk ekspor UMKM dan ekonomi kreatif," kata Shinta.
Sektor investasi juga mengalami peningkatan sejak perjanjian itu diimplementasikan. Hal itu diyakini Shinta bahwa IA-CEPA telah memberikan manfaat.
Meski begitu, pemanfaatan IA-CEPA perlu terus digenjot untuk meminimalisir defisit Indonesia dengan Australia. Selain itu, langkah diversifikasi impor migas juga bisa menjadi salah satu upaya untuk mengurangi defisit.
Baca Juga: Defisit Neraca Dagang Indonesia dengan Australia Makin Membesar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News