Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal bahan bakar minyak (BBM) Pertalite yang masih disubsidi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jokowi mengungkapkan, saat ini tekanan pada harga minyak kian tinggi. Selain efek pandemi covid-19, perang Rusia-Ukraina dinilai turut memberi andil.
"Hati-hati mengenai perang di Ukraina karena ini menyangkut, pangan dan energi, yang akan mempengaruhi semua negara di dunia, hati-hati," ungkap Jokowi dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke 29, dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (7/7).
Jokowi menjelaskan, Perang Ukraina turut mengerek harga minyak dunia. Kenaikannya bahkan mencapai dua kali lipat. Sebelumnya, harga minyak dunia ada di level US$ 60 per barel, kini harganya di kisaran US$ 110 hingga US$ 120 per barel.
Di tengah kondisi ini, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap menahan harga jual Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Padahal, negara lain telah menjual BBM di level Rp 20 ribu hingga Rp 31 ribu per liter.
Harga jual ini dinilai berbeda dengan Indonesia yang masih ada di level Rp 7.650 per liter. Menurutnya, hal ini masih dimungkinkan karena pemerintah masih memberikan subsidi untuk Pertalite dengan APBN.
Baca Juga: Penjelasan Menteri ESDM Arifin Tasrif Soal Aturan Baru Beli Pertalite
"Ini kita masih kuat dan kita berdoa supaya APBN masih tetap kuat memberi subsidi. Kalau sudah tidak kuat, mau gimana lagi? iya kan? kalau BBM naik ada yang setuju?," tanya Jokowi.
Jokowi melanjutkan, masyarakat pasti tidak setuju jika harga Pertalite dinaikkan. Kendati demikian, jokowi mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara net importir.
Artinya, masih ada jumlah impor BBM yang cukup besar oleh negara guna memenuhi kebutuhan nasional.
"Artinya kalau harga di luar naik kita juga harus membayar lebih banyak, supaya kita semua mengerti masalah ini," tegas Jokowi.
Situasi serupa bahkan disebut Jokowi juga terjadi untuk komoditas gas. Harga internasional disebut telah naik hingga 5 kali lipat. Sementara itu, Indonesia juga masih mengimpor gas dalam jumlah yang tidak sedikit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News