Reporter: Benedictus Bina Naratama, Fahriyadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sebagai negara yang memiliki 127 gunung api aktif, Indonesia menyimpan potensi energi panas bumi atau geotermal yang besar sebagai sumber tenaga pembangkit listrik. Namun, sayangnya potensi ini tak dikembangkan pemerintah yang berkuasa selama ini.
Untuk itu, pemerintahan berikutnya yang dipimpin presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) harus memulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) pada tahun depan.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Surono mengatakan Indonesia menyimpan potensi energi panas bumi sebesar 28.910 Megawatt (MW). "Tapi yang termanfaatkan baru 1.341 MW atau 4,6% dari total potensi panas bumi ini," ujar Surono, Senin (22/9).
Memang, angka 28.910 MW adalah estimasi. Masih perlu eksplorasi untuk memperoleh data kapasitas yang tepat.
Dia menjelaskan, sebagai energi baru dan terbarukan, PLTP menjadi harapan bagi masa depan bangsa untuk mengoptimalkannya. Menurutnya, kehadiran Undang-Undang (UU) Panas Bumi yang disahkan bulan Agustus lalu menjadi sinyal positif bagi pemerintah untuk segera bergerak membangun PLTP, lantaran pembangunan PLTP membutuhkan waktu yang lama, yakni mencapai lebih dari lima tahun.
Dia mencontohkan daerah Ulubelu di Nusa Tenggara Timur (NTT). Wilayah ini memiliki potensi panas bumi mencapai 128 MW. Nyatanya, dari total potensi itu baru dimanfaatkan 12 MW.
Padahal, secara geografis, NTT tak bisa membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) karena minimnya pasokan batubara. Sudah begitu, ongkos angkutan batubara dari Kalimantan ke wilayah NTT juga tinggi.
Dia memperkirakan, Indonesia bisa memaksimalkan 10.000 MW dari energi panas bumi. PLTP bisa mengejar permintaan listrik yang selalu lebih besar ketimbang produksi listrik selama ini.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menambahkan, pemerintah baru harus melakukan dua langkah utama untuk memanfaatkan energi panas bumi. Pertama, membuat aturan implementasi UU Panas Bumi yang jelas.
Poin kedua, memanfaatkan dana fasilitas panas bumi secara optimal. "Peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah (PP) dibutuhkan agar proses peralihan atau pengambilalihan izin tidak menjadi sengketa di kemudian hari," katanya.
Lagi pula, geotermal yang awalnya dikategorikan sebagai aktivitas pertambangan kini menjadi aktivitas energi. Fabby menyarankan kepada pemerintah Jokowi-JK untuk satu tahun ke depan fokus memperjelas peraturan pelaksanaan pemanfaatan fasilitas dana geotermal. Dia mengungkapkan, ada dana Rp 3,1 triliun yang saat ini dikelola oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang bisa digunakan untuk eksplorasi sumber daya panas bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News