Reporter: Narita Indrastiti, Herlina Kartika Dewi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kesepakatan subsidi listrik antara Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan pemerintah beberapa waktu lalu nyatanya masih menyimpan kekhawatiran di pihak pemerintah.
Sumber kekhawatiran pemerintah adalah, meski, tarif listrik batal naik, DPR menolak usulan kenaikan subsidi listrik untuk PLN. Sebaliknya, DPR justru memangkas subsidi listrik menjadi Rp 64,97 triliun. Padahal menurut hitungan pemerintah, kebutuhan subsidi listrik sekitar Rp 93 triliun.
Makanya, dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR, pemerintah meminta dana cadangan risiko fiskal untuk listrik sebesar Rp 26 triliun masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN) 2012.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, cadangan risiko fiskal ini penting untuk menjaga kesehatan anggaran PT PLN dalam menjaga suplai listrik masyarakat. “Agar risiko pelayanan listrik tidak terganggu, kami mengusulkan adanya cadangan risiko untuk listrik,” ujarnya, Rabu (21/3).
Dari hasil kesepakatan pemerintah dengan Komisi VII, tambahan subsidi listrik hanya disetujui sebesar Rp 24,52 triliun. Alhasil, total subsidi listrik naik dari Rp 40,45 triliun dalam APBN 2012 menjadi Rp 64,97 dalam RAPBNP 2012. “Masih adanya selisih itulah, kami ajukannya cadangan resiko fiskal ini,” ujarnya.
Bambang bilang, dampak adanya selisih terhadap beban subsidi bukan hanya akan berdampak pada kesehatan PLN saja. Tapi juga akan berdampak terhadap stabilitas perekonomian nasional.
Padahal, pemerintah berjanji untuk menjaga agar PLN tetap bisa menarik pinjaman baru agar bisa berinvestasi sehingga bisa memenuhi ketersediaan listrik untuk masyarakat. “Kami ingin pastikan PLN sehat untuk siapapun, jadi listrik bisa jalan dengan baik, utang pihak ketiga tidak menunggak, dan bisa tetap menarik pinjaman baru untuk investasi. Itu tiga hal yang kita jadikan komitmen,” kata dia.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menambahkan, besaran subsidi listrik yang direkomendasikan Komisi VII DPR tidak akan cukup. Menurutnya, tahun ini, kebutuhan subsidi listrik tinggi karena program pembangunan listrik 10.000 megawatt belum juga kelar sehingga kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk listrik lebih tinggi.
Jika besaran subsidi listrik dipatok hanya Rp 64,9 triliun, Agus khawatir, PLN tidak bisa menjaga kondisi keuangan nya agar tetap sehat. Kalau kondisi keuangan tidak sehat, bisa mengancam kinerja PLN dan selanjutnya berpengaruh pada pasokan listrik nasional.
Ketua Badan Anggaran Melchias Markus Mekeng mengatakan, permintaan pemerintah untuk menyediakan dana cadangan risiko listrik merupakan permintaan yang wajar. Namun, kata dia, hal ini bisa menyalahi profesionalitas antarkomisi di DPR.
Pasalnya, kesepakatan mengenai subsidi listrik sudah disetujui di Komisi VII DPR. “Bisa-bisa nanti itu ada konflik antar alat kelengkapan DPR,” ujarnya.
Dia bilang, sebaiknya cadangan risiko fiskal untuk listrik tidak terlalu besar agar bisa dimanfaatkan untuk pembangunan.
Sebelumnya, dalam APBN 2012 pemerintah mencadangkan anggaran risiko fiskal untuk listrik sebesar Rp 9,79 triliun. Dana ini digunakan untuk mengantisipasi jika terjadi perubahan harga listrik. Tetapi karena ada rencana kenaikan tarif listrik tahun ini, cadangan risiko fiskal itu kemudian dihapuskan.
Namun, belakangan keputusannya berbeda. Tarif listrik tak jadi naik dan subsidi listrik diturunkan sehingga cadangan risiko listrik perlu dianggarkan kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News