Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Di bidang pertanian, data yang tidak dapat diandalkan dan tidak akurat tentang produksi dan konsumsi seringkali mengarah pada kebijakan yang salah terkait kuota atau pembatasan impor yang kemudian mengarah pada kekurangan pasokan dan lonjakan harga, menghambat investasi lebih lanjut.
Kemudian, sektor mineral Indonesia, salah satu target investasi nasional yang paling penting, saat ini tidak menerima investasi yang cukup terkait eksplorasi.
“Sebab peraturan yang berlaku mengharuskan pemrosesan lokal secara paksa dan divestasi serta inkonsistensi kebijakan dalam pelarangan ekspor bijih mineral juga berkontribusi pada kondisi yang tidak pasti,” kata Hanna dalam acara The 7thUS-Indonesia Invetment Summit 2019 di Jakarta, Kamis (21/11).
Baca Juga: Subsidi berkurang, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprediksi melambat tahun depan
Selanjutnya, sektor teknologi, dengan nilai pasar saat ini mencapai 27 miliar dan berpotensi tumbuh hingga 100 miliar pada tahun 2025, mendapatkan tantangan berupa keamanan siber dan masalah privasi data.
Dampaknya, barang-barang kebutuhan konsumsi, perawatan kesehatan dan farmasi, minyak dan gas bumi, semua menghadapi hambatan peraturan di sektor tersebut menjadikan Indonesia kurang menarik untuk investasi asing perusahaan-perusahaan AS. Padahal menurutnya mereka bisa menggerakkan perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, Hanna menambahkan perusahaan teknologi AS seperti IBM, Qualcomm, Google, Apple, mendukung evolusi ekonomi Indonesia. Upaya perusahaan untuk melatih staf lokal, menyediakan teknologi, memanfaatkan jaringan internasional, dan bekerja sama dengan mitra dan pemerintah setempat sangat penting bagi kemandirian Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News