kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Insentif PPh bagi Investor di Bidang dan Daerah Tertentu Kurang Laku


Jumat, 01 Agustus 2008 / 19:55 WIB


Reporter: Martina Prianti | Editor: Test Test

JAKARTA. Komitmen pemerintah bakal memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) terkesan hanya menjadi sebuah janji belaka. Bagaimana tidak? Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Tertentu dan atau di Daerah Tertentu, yang mendasari pemberian insentif tersebut, sudah berlaku selama lebih dari 18 bulan. Tapi,  yang telah memanfaatkan fasilitas keringanan PPh 5% selama enam tahun itu kurang dari 60 perusahaan. 

Bila dirinci, jumlah perusahaan yang memanfaatkan berlakunya PP yang terbit pada Januari 2007 itu terdiri dari 52 perusahaan yang direkomendasikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan diteruskan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, pada September tahun lalu. Lalu, ada dua perusahaan lainnya yang mengajukan diri mendapatkan insentif PPh kepada BKPM. 

Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Achmad Kurniadi mengatakan, sedikitnya jumlah perusahaan yang dengan terang-terangan mengajukan diri mendapatkan insentif PP 1/2007 maupun direkomendasikan oleh BKPM terkait ketentuan yang terdapat dalam PP tersebut itu sendiri. "Ada keharusan yang menyebutkan kalau perusahaan yang mendapat persetujuan Januari 2007 itu telah merealisasikan proyeknya minimal 75%. Jadi, memang membutuhkan waktu," papar Achmad kepada KONTAN, Jumat (1/8).

Meski demikian, lanjut Achmad, BKPM yakni sebelum akhir tahun ini bakal banyak perusahaan yang mengajukan diri mendapatkan insentif PP 1/2007. Alasannya, realisasi sebuah proyek dapat melakukan kegiatan komersial dari rencana proyeknya memakan waktu sekitar 12 bulan sampai 36 bulan.

Sementara itu Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Perdagangan dan Perindustrian Edy Putra Irawady mengatakan, adanya ketentuan yang mewajibkan investor harus merealisasikan minimal 75% dari rencana pembangunan proyeknya agar insentif yang diberikan pemerintah tidak disalahgunakan. "Penerimaan terbesar kita itu kan dari PPh, jadi tentu pemerintah harus selektif dan hati-hati," tutur Edy.

Namun demikian, lanjut Edy, sebagai daya tarik bagi investor -- baik dari dalam negeri maupun asing -- saat ini pemerintah tengah memasuki tahap pematangannya revisi PP 1/2007. Yakni, menambah bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. "Bidang usaha dan daerah kita perlebar. Tapi, ketentuan pokok, yakni syarat telah merealisasikan proyek yang mendapat izin tahun 2007 minimal 75%, tetap dipertahankan," paparnya.

Begitu juga soal bentuk insentif PPh yang bakal pemerintah berikan. Pemerintah tetap akan bertahan pada ketentuan-ketentuan semula. Sekadar mengingatkan, insentif yang dijanjikan bakal diberikan pemerintah selain adanya pengurangan PPh 5% selama enam tahun juga ada pemberian amortisasi atau penyusutan dipercepat.

Soal revisi PP 1/2007, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kebijakan Ekonomi 2008-2009 menyebutkan, Menteri Keuangan ditugaskan menerbitkan revisi PP tersebut paling lambat Juni 2008. "Nah, itulah sebabnya sekarang sedang kita kebut. Paling tidak, sebelum akhir Agustus ini semoga sudah bisa terbit," sambung Edy. 

Adapun kelompok industri yang baru saja dimasukkan di dalam revisi PP 1/2007 plus cakupan produknya yang diatur berdasarkan klasifikasi bidang lapangan usaha Indonesia (KLBI), yakni kelompok industri serat buatan, lalu penambangan dan pemanfaatan batubara mutu rendah, pengusahaan tenaga panas bumi, pengilangan minyak bumi (oil refinery), pembangunan kilang mini gas bumi, penambangan, peternakan, dan industri pemotongan hewan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×