kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Inilah seruan koalisi buruh sawit menjelang May Day


Minggu, 29 April 2018 / 19:59 WIB
Inilah seruan koalisi buruh sawit menjelang May Day
ILUSTRASI. KELAPA SAWIT


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi Buruh Sawit menyoroti dua permasalahan utama yang dihadapi buruh sawit. Hal tersebut akan mereka serukan saat menyambut hari buruh 1 Mei nanti.

Salah satu perwakilan dari Koalisi Buruh Sawit Natal Sidabutar mengatakan, masalah pertama adalah penegakan hukum yang lemah karena pembiaran terjadinya eksploitasi buruh sawit akibat dari target kerja terlampau tinggi dan tidak manusiawi.

Perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja, diskriminasi terhadap buruh perempuan juga keberadaan pekerja anak pun perlu ditingkatkan. "Tidak luput praktik upah murah yang melanggar ketentuan upah minimum dan kebebasan berserikat yang masih menjadi barang langka," kata Natal kepada Kontan.co.id, Minggu (29/4).

Masalah kedua adalah ketiadaan peraturan khusus yang menjamin hak-hak buruh sawit. Selama ini jaminan perlindungan yang ada dalam undang-undang ketenagakerjaan UU No. 13/2003 gagal memberikan perlindungan pada buruh sawit karena landasan kriteria UU Ketenagakerjaan adalah sektor manufaktur. Contohnya: jam kerja, beban kerja (3.000 kalori per hari), peralatan kerja, dan ketersediaan teknologi.

Sifat pekerjaan di perkebunan sama sekali berbeda, dimulai dengan kebutuhan kalorinya yang jauh lebih tinggi dan penerapan beban kerja yang tidak bisa hanya ditetapkan berdasarkan waktu kerja.

Saat ini, kebutuhan perlindungan hak pekerja di sektor pertanian/perkebunan sungguh sangat mendesak. Ditambah lagi, LSM Sawit Watch juga memperkirakan setidaknya 70% buruh sawit adalah buruh harian lepas, yaitu pekerja yang tidak memiliki kepastian kerja, penghasilan maupun masa depan.

Kemudian, saat ini menurut pekerja dalam konteks sawit sebagai komoditas ekspor, keberadaan buruh sawit diabaikan. Dua dokumen yang diluncurkan Parlemen Uni Eropa (UE) sama sekali tidak menyinggung permasalahan perburuhan di perkebunan kelapa sawit.

"Dalam resolusi parlemen UE di awal tahun 2018 yang berjudul Palm Oil and Deforestation of the Rainforests (Kelapa Sawit dan Deforestasi Hutan Tropis) mereka menuding bahwa pengembangan industri kelapa sawit menjadi penyebab utama deforestasi dan perubahan cuaca," tambah Natal.

Selanjutnya, UE bersepakat menyetujui proposal Renewable Energy Directive (RED) II. Proposal tersebut akan mengeluarkan penggunaan biodiesel yang terbuat dari minyak sawit–yang produsen terbesarnya adalah Indonesia.

Peraturan tersebut direncanakan mulai berlaku tahun 2021, sehingga minyak sawit tidak lagi digunakan dalam campuran biodiesel di Eropa karena penggunaannya untuk bahan makanan. Hal ini jelas bahwa keputusan UE bukan saja akan memperburuk kehidupan buruh tetapi juga tidak berkontribusi terhadap perbaikan kondisi kerja di perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Setali tiga uang dengan parlemen UE, pemerintah Indonesia juga absen dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak buruh sawit, meskipun diketahui banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan hak buruh di perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan getol membela sawit Indonesia dan melakukan lobi-lobi tekanan ke parlemen UE bahkan sampai ke Vatikan.

Diketahui, Luhut bertemu Direktur Lembaga Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, Peter Turkson pada Rabu (25/4). Menurut Luhut, Vatikan akan membantu Indonesia dalam menghadapi ancaman UE untuk menghapus penggunaan biodiesel berbahan dasar minyak sawit Indonesia juga dengan dukungan negara-negara produsen sawit di Amerika Latin dan Afrika melakukan lobi bersama ke UE dengan tujuan yang sama.

Namun, perlindungan buruh sawit sama sekali tidak pernah diangkat. Diplomasi sawit seakan meninggalkan fakta tragis yang setiap hari terjadi dan dialami oleh petani, buruh dan pekebun sawit di Indonesia.

"Sudah saatnya pemerintah Indonesia melihat peluang strategis untuk meningkatkan nilai komoditas sawit Indonesia melalui pengadaan jaminan perlindungan kerja khusus bagi buruh sawit," kata Natal. Sehingga sudah seharusnya manfaat perlindungan buruh sawit bisa dirasakan oleh 10 juta buruh sawit warga negara Indonesia.

Menjelang Hari Buruh Internasional 1 Mei 2018, Koalisi Buruh Sawit Indonesia menyerukan:

1. Pemerintah Indonesia agar melindungi, memenuhi dan menghargai secara penuh hak-hak dasar buruh perkebunan kelapa sawit, salah satunya melalui pengadaan peraturan perundang-undangan khusus untuk buruh perkebunan kelapa sawit.

2. Pemerintah Indonesia agar meratifikasi Konvensi ILO No. 110 tahun 1958 tentang Perkebunan dan Konvensi ILO No. 184 tahun 2001 Tentang Kesehatan, Keselamatan Kerja di Perkebunan yang mengatur keterlibatan perekrutan pekerja migran, kontrak kerja, upah, libur dan cuti tahunan yang dibayar, istirahat mingguan, perlindungan kehamilan, kompensasi pekerja, hak untuk berorganisasi dan perundingan bersama, kebebasan berserikat, inspeksi ketenagakerjaan, perumahan, dan perawatan medis.

3. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Ketenagakerjaan dan/atau DPR segera merumuskan dan mengesahkan Peraturan Khusus Untuk Perlindungan Buruh Pada Sektor Minyak Sawit yang melindungi hak-hak buruh sawit.

4. Pemerintah Indonesia melakukan penegakan hukum dan penindakan yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar hak-hak buruh sawit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×