kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini pasal draf RUU KPK yang bikin KPK ompong


Rabu, 07 Oktober 2015 / 21:14 WIB
Ini pasal draf RUU KPK yang bikin KPK ompong


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara tegas menolak isi draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan oleh enam fraksi di DPR RI. Pimpinan sementara KPK, Indriyanto Seno Adji, mengatakan bahwa ada sejumlah pasal dalam draf tersebut yang justru "melumpuhkan" KPK.

"Memang RUU yang berubah ini pasal-pasalnya untuk 'mengamputasi' kewenangan KPK," ujar Indriyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/10).

Indriyanto menyebutkan, dalam Pasal 14, disebutkan bahwa kewenangan penyadapan harus seizin pengadilan. KPK merupakan lembaga khusus yang juga memiliki kewenangan khusus, salah satunya melakukan penyadapan tanpa harus seizin pengadilan. Kewenangan penyadapan KPK pun legal dan diatur dalam undang-undang.

"Kalau dalam revisi UU versi DPR jelas-jelas bertentangan sekali dengan lembaga kekhususan KPK, artinya menghilangkan kewenangan untuk melakukan apa yang dinamakan penyadapan," kata Indriyanto.

Dalam Pasal 42 pada draf revisi, dinyatakan bahwa KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penyidikan (SP3) untuk kasus korupsi yang ditanganinya. Adapun dalam undang-undang yang berlaku saat ini, KPK tidak diatur mengeluarkan SP3 karena dua alat bukti yang cukup sudah didapatkan di tahap penyelidikan.

Pasal 45 dalam draf RUU KPK menyebutkan bahwa penyelidik yang diangkat dan diberhentikan harus berdasarkan usulan Polri dan kejaksaan. Adapun Pasal 49 mengatur bahwa penyitaan harus dilakukan dengan seizin pengadilan. Jika kewenangan itu dibatasi, kata Indriyanto, maka bisa hilang alat bukti yang diperlukan KPK.

"Pasal-pasal ini yang 'mengamputasi' kewenangan KPK. Bukan gigi hilang, tetapi ompong melompong," kata Indriyanto.

Indriyanto juga menyoroti Pasal 52 pada revisi tersebut, yang dianggapnya dapat menghilangkan fungsi koordinasi supervisi yang dijalin KPK dengan kejaksaan dan Polri. Pasal itu menyebutkan, jika KPK melakukan penyidikan lebih dahulu daripada Polri dan kejaksaan, KPK wajib melaporkannya ke dua instansi tersebut.

Indriyanto juga mengkritik Pasal 53 dalam draf tersebut. Di pasal tersebut, kewenangan penuntutan hanya dilakukan oleh kejaksaan, bukan KPK. Adapun lembaga antirasuah itu hanya diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

"Jadi, dibuat separation of power, kalau dengan one roof system untuk lembaga trigger harus tetap terintegrasi. Ini baru pertama dilakukan di Indonesia melalui beberapa anggota DPR," kata dia.

Terakhir, Indriyanto menyesalkan kemunculan Pasal 5 dan Pasal 73, yang mengatur usia KPK hanya 12 tahun setelah UU itu diundangkan. Menurut Indriyanto, lembaga ad hoc dibentuk bukan berdasarkan durasi, melainkan kondisi lembaga tersebut masih dibutuhkan. Ia menganggap KPK masih dibutuhkan karena korupsi di Indonesia belum hilang sama sekali.

"Kalau pasal-pasal ini tetap ada, lebih baik KPK dibubarkan saja. Jangan sekali-sekali lembaga trigger ini 'diamputasi' kita akan menempuh langkah-langkah yang secara hukum dibenarkan," kata dia. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×