CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,39   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,24   -0,75%
  • LQ45 871   -4,39   -0,50%
  • ISSI 216   -1,76   -0,80%
  • IDX30 446   -1,80   -0,40%
  • IDXHIDIV20 540   0,25   0,05%
  • IDX80 126   -0,90   -0,71%
  • IDXV30 136   0,12   0,09%
  • IDXQ30 149   -0,33   -0,22%

Ini Dia 5 Momok yang Menghantui Ekonomi Indonesia Tahun Depan


Kamis, 01 Desember 2022 / 05:40 WIB
Ini Dia 5 Momok yang Menghantui Ekonomi Indonesia Tahun Depan
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo BI menyebut, ada lima permasalahan besar yang menghantui prospek perekonomian global pada tahun 2023.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi global dan Indonesia masih menemui jalan terjal. Bank Indonesia (BI) menyebut ada lima permasalahan besar yang menghantui prospek perekonomian global tahun depan.

“Kita perlu waspada karena ada lima permasalahan yang memengaruhi prospek perekonomian global,” tegas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan BI 2022, Rabu (30/11) di Jakarta.

Lima masalah besar itu, pertama, risiko pertumbuhan ekonomi global yang menurun (slow growth). Perry meyakini pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 akan mencapai 3% yoy.

Namun, ada potensi perlambatan ekonomi global menjadi 2,6% yoy pada tahun 2023. Skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan hanya mentok 2% yoy.

Bahkan, sejumlah negara berpotensi mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi (resesi), seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Probabilitas risiko resesi negara Paman Sam telah mencapai 60%.

Baca Juga: Ketidakpastian Makin Tinggi, Perekonomian Indonesia Berpotensi Melambat Pada 2023

Kedua, inlfasi yang tinggi akibat disrupsi rantai pasok energi dan pangan. Ini imbas dari perang di Rusia dan Ukraina. Tentu ini menjadi momok, karena inflasi yang tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat dan mengurangi kesejahteraan rakyat.

Ketiga, tren suku bunga tinggi dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan. Sebagai upaya menurunkan ekspektasi inflasi, bank sentral dari penjuru dunia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan.

Bak dua mata pisau, memang di satu sisi kenaikan suku bunga acuan bisa diandalkan untuk menekan ekspektasi inflasi. Namun, era suku bunga tinggi bisa menghambat pemulihan ekonomi dan gonjang-ganjing di pasar keuangan, terutama negara berkembang.

Keempat, dolar AS yang perkasa. Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) selama beberapa waktu ini mencuri perhatian dunia dengan kenaikan suku bunga acuannnya yang agresif. Akibat langkah The Fed, dolar AS menjadi kuat sehingga memberi tekanan pada mata uang negara lain, termasuk Rupiah.

Kelima, cash is the king. Dengan meningkatnya risiko investasi portofolio, para investor berbondong-bondong untuk menarik dananya. Mereka lebih memilih instrumen yang lebih aman, seperti uang tunai. Ini turut mendorong pelemahan mata uang di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Meski begitu, di tengah gonjang-ganjing perekonomian dunia, Perry optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 berada di kisaran 4,5% yoy hingga 5,3% yoy.

Namun, ia tak menampik ketidakpastian global akan memengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, ia melihat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan menjadi di titik tengah kisaran sasaran tersebut.

Baca Juga: BI Proyeksi Kredit Bakal Tumbuh 10%-12% di Tahun 2023 dan 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×