kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Industri Periklanan Tersudut Aturan Pelarangan Iklan Produk Tembakau


Selasa, 28 Mei 2024 / 15:23 WIB
Industri Periklanan Tersudut Aturan Pelarangan Iklan Produk Tembakau
ILUSTRASI. Asosiasi Media Luar-griya Indonesia (AMLI) angkat bicara mengenai pelarangan iklan produk tembakau.


Reporter: Muhamad Aghasy Putra | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. JAKARTA. Asosiasi Media Luar-griya Indonesia (AMLI) angkat bicara mengenai pelarangan iklan produk tembakau.

Saat ini, AMLI terancam oleh pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Fabianus Bernadi, Ketua Umum AMLI, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan survei tahun lalu terkait RPP ini dan hasilnya menunjukkan bahwa 86% anggota akan terdampak jika pelarangan tersebut diterapkan.

“Pengaturan iklan produk tembakau pada videotron yang diperlakukan seperti layaknya media penyiaran adalah contoh bahwa pembuat regulasi hanya ingin melakukan pelarangan tanpa memahami produk atau objek yang diatur,” papar Fabianus ketika ditanya Kontan di Jakarta pada Selasa, (28/05).

Baca Juga: RPP Kesehatan Disahkan, Periklanan Media Kehilangan Pemasukan Hingga Rp 9,1 Triliun

Menurutnya, situasi seperti ini terjadi karena kurangnya komunikasi atau pelibatan pemangku kepentingan yang terdampak dalam diskusi regulasi.

Fabianus juga mengungkapkan bahwa 44% anggota AMLI di seluruh Indonesia terancam gulung tikar dengan adanya aturan pelarangan iklan produk tembakau dalam RPP Kesehatan maupun RUU Penyiaran. 

Ironisnya, mayoritas dari mereka adalah pengusaha kecil dengan skala bisnis menengah ke bawah.

“Bukan kita tidak mau diatur loh atas regulasi ini, kita sudah diatur sedemikian ketatnya selama ini. Tapi kali ini kami benar-benar minta ruang dan juga dilibatkan untuk ada transparasi makna penerapan ini. Kami juga pernah dikenakan pajak rekalame rokok yang cukup besar. Mungkin itu dimanfaatkan untuk menaikkan PAD (Pendapatan Asli Daerah)” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×