Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah menelurkan banyak kebijakan untuk menghalau dampak negatif virus Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Salah satunya, BI juga terjun langsung ke pasar perdana untuk membeli Surat Utang Negara (SUN) yang disebut sebagai monetisasi utang.
Kabarnya, BI juga akan meneken persetujuan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendanai tagihan penanganan Covid-19 Indonesia senilai US$ 40 miliar.
Sayangnya, langkah yang dilakukan oleh bank sentral tersebut dinilai Chief Strategist of SAV Markets Shyam Devani mampu menimbulkan persepsi buruk investor global terhadap Indonesia. Katanya, investor bisa menganggap kalau BI terlampau jauh dalam bertindak sehingga berisiko mengikis independensi bank sentral.
Baca Juga: Jokowi menimbang kembalikan pengawasan bank ke BI, ini tanggapan resmi OJK
"Ini hal yang berisiko. Ini akan membuat investor bertanya-tanya soal kredibilitas Indonesia. Kalau investor sudah tidak percaya dengan BI, maka bisa berpengaruh terhadap volatilitas rupiah, obligasi, juga saham," kata Devani seperti dikutip lewat Bloomberg, Kamis (2/7) waktu setempat.
Menilik ke nilai tukar rupiah, rupiah tampak terdepresiasi 0,4% ke Rp 14.344 pada Kamis lalu. Selain itu, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun juga terlihat menurun dan bergerak di kisaran 7,24%.
Devani pun melihat, kalau nilai tukar rupiah dan obligasi terkoyak, risiko bisa meluas hingga ke pasar saham. Padahal, ekuitas Indonesia sudah mencetak kinerja terburuk di Asia dengan Jakarta Composite Index turun sekitar 22% ytd.